RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR
NOMOR : TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA
RUANG DAN PERATURAN ZONASI
KAWASAN PERKOTAAN
CIANJUR
TAHUN 2012 – 2032
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CIANJUR,
Menimbang
: a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (3) huruf c dan Pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal
159 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang, setiap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perlu ditindaklanjuti dengan
penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai perangkat operasional
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
b. bahwa perkembangan
kawasan
perkotaan Cianjur yang ditetapkan sebagai pusat pemerintahan
kabupaten, pusat koleksi dan distribusi, pusat
pendidikan, pusat perdagangan, pusat jasa dan pelayanan masyarakat; saat ini telah menunjukan dinamika
perkembangan yang cukup pesat yang berpengaruh terhadap
perkembangan pemanfaatan ruang, sehingga diperlukan perangkat pengendalian
perkembangan perkotaan melalui penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kawasan
Perkotaan Cianjur dengan tetap berpedoman kepada Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Cianjur;
c. bahwa Peraturan Bupati
Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2004 tentang
RDTR Kota Cianjur 2003 – 2013 sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan pengaturan penataan ruang dan kebijakan penataan ruang, sehingga
perlu diganti dengan peraturan daerah yang baru;
c. Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, serta memperhatikan
PasaL 14 Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor …. Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031, perlu menetapkan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cianjur
Tahun 2012 – 2032 dalam Peraturan Daerah;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 20430);
2.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan
Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2831);
3.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3274);
4.
Undang-Undang 15 Tahun 1985
tentang Ketenagalistrikan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
5.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
6.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3427);
7.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3470).
8.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478).
9.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3479).
10.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480).
11.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3481);
12.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
13.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3881);
14.
Undang-Undang Nomor 41 tahun
1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 No.167, Tambahan Lembaran
Negara No. 3888).
15.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4169);
16.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4247);
17.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4377);
18.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
19.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4433);
20. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839),
sebagaimana diuah beberapa kali yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4844);
21. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
22.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4444).
23.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4725);
24.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4966);
25. Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5188);
26. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian pangan Berkelanjutan;
27. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5233);
28. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5188);
29.
Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 38, Tambahan
Lembaran Negara No. 3226).
30.
Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara 3294);
31.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
32.
Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran Negara Nomor 4489);
33.
Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran
Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);
34.
Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
35.
Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 3934);
36.
Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
37.
Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
38.
Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 2010 tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomlor 5160);
39.
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 62 Tahun 2007 tentang Fasilitas umum;
40.
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
41.
Peraturan Presiden Nomor 112
Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern;
42.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Cianjur, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
43.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan
Lahan Perkotaan;
44.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peranserta Masyarakat
Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
45.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;
46.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang;
47.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
48.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 63/PRT/M/1993 tentang Garis
Sempadan dan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Subgai dan Bekas
Sungai;
49.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi Serta Soaial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
50.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya;
51.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan;
52.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 20/KPTS/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota;
53.
Keputusan Menteri Energi Sumber
Daya Mineral Nomor 1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi;
54.
Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang
wajib di lengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
55.
Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
56.
Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor
648-384 Tahun 1992, Nomor 739/KPTS/1992, Nomor 09/KPTS tentang Pedoman
Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang;
57.
Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
58.
Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
59.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa
Barat;
60.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 4 Tahun 1991 tentang Tempat dan Retribusi Parkir Kendaraan;
61.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 3 Tahun 1994 tentang Ijin Bungalow, Villa dan Wisata serta
Fasilitas Lainnya;
62.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 6 Tahun 1997 tentang Garis Sempadan;
63.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 13 Tahun 1999 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota;
64.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah;
65.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 14 Tahun 2002 tentang Bangunan;
66.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perijinan Bidang Usaha Industri;
67.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair;
68.
Peraturan Bupati Cianjur Nomor
22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08
Tahun 2004 tentang RDTR Kota Cianjur 2003-2013;
69.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 07 Tahun 2008 tentang
Organisasi Pemerintahan Daerah dan Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Cianjur;
70.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 07 Tahun 2011 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern;
71.
Peraturan Daerah Kabupaten
Cianjur Nomor .. Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Cianjur Tahun 2011 – 2031;
Dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten CIANJUR
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) DAN
PERATURAN ZONASI KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2012
– 2032
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah
adalah Kabupaten Cianjur;
2.
Pemerintah
Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cianjur;
3.
Kepala
Daerah adalah Bupati Cianjur;
4.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Cianjur;
5.
Pemerintah
pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
6.
Pemerintah
Daerah adalah Gubernur atau Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah.
7.
Ruang
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara;
termasuk didalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan,
sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan memelihara kelangsungan hidupnya;
8.
Tata
ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
9.
Struktur
Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional;
10.
Pola
Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya;
11.
Penataan
ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
12.
Penyelenggaraan
penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;
13.
Pengaturan
penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang;
14.
Pembinaan
penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan
masyarakat;
15.
Pelaksanaan
penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
16.
Pengawasan
penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan
ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
17.
Perencanaan
tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang;
18.
Pemanfaatan
ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta
pembiayaannya;
19.
Ijin Pemanfaatan Ruang adalah ijin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
20.
Pengendalian
pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
21.
Rencana
Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
22.
Rencana Kawasan adalah
rencana pengembangan kawasan yang disiapkan secara teknis dan non teknis yang
merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi kawasan termasuk ruang di
atas dan di bawahnya serta pedoman pengarahan dan pengendalian bagi pelaksanaan
pembangunan kawasan;
23.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan
peraturan zonasi;
24.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur, selanjutnya disingkat RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur
adalah Rencana pemanfaatan ruang kawasan secara terinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang kawasan yang dilengkapi dengan peraturan zonasi dalam
rangka pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
25.
Peraturan Zonasi
adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;
26.
Kawasan
adalah suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan fungsional
tertentu;
27.
Kawasan Perkotaan
adalah adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi;
28.
Bagian Wilayah Perkotaan dan/atau Kawasan
Strategis Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut BWP yang akan atau perlu
disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang
ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan memiliki fungsi
yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
29.
Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP adalah bagian dari
BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari beberapa blok, dan
memiliki pengertian yang sama dengan Sub Zona peruntukan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
30.
Zona adalah
kawasan atau area yang memiliki fungsi atau karakteristik specifik;
31.
Sub Zona adalah
suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang
merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang
bersangkutan;
32.
Zona Budidaya adalah
zona yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan;
33.
Zona Lindung adalah
zona yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah
serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan;
34.
Permukiman adalah
bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan
perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan;
35.
Perumahan adalah
kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik di perkotaan maupun
perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni;
36.
Prasarana adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman;
37.
Sarana adalah
kelengkapan lingkungan permukiman berupa fasilitas: pendidikan, kesehatan,
perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadahan, rekreasi
dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya;
38.
Utilitas adalah
fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai
sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan
perlengkapan jalan. Termasuk dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik,
jaringan telkom, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar
lainnya, jaringan sanitasi dan lainnya;
39.
Blok adalah
sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata
seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan
ekstra tinggi, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana
jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki
pengertian yang sama dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang;
40.
Sub Blok adalah
adalah pembagian fisik didalam satu blok berdasarkan perbedaan sub zona;
41.
Ruang Terbuka Hijau yang
selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur/dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;
42.
Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah ruang terbuka
dibagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam katagori RTH, berupa lahan
yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu
yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori;
43.
Sempadan Sungai
merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Pengalokasian lahan untuk sempadan
sungai ditujukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar
sungai, serta mengamankan aliran sungai;
44.
Penggunaan Lahan
adalah wujud kegiatan penguasaan tanah sebagai upaya untuk dapat memberi
manfaat berupa hasil dan atau jasa tertentu, dan mewujudkan tata ruang serta
menjaga kelestarian fugsi lingkungan hidup;
45.
Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina
Jalan. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) meliputi perkerasan, bahu jalan, drainase
dan ruang terbuka hijau;
46.
Ruang Milik Jalan (Rumija) atau Right Of
Way (ROW) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan
tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan suatu hak tertentu
sesuai Peraturan Perundangan–undangan yang berlaku. Ruang Milik Jalan
diperuntukkan bagi Ruang Manfaat Jalan
dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta
kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Ruang Milik Jalan (ROW), meliputi Ruang
Manfaat Jalan dan sempadan jalan dengan pagar halaman rumah/tanah tertentu, diluar
Ruang Manfaat Jalan;
47.
Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) merupakan ruang sepanjang jalan di luar Ruang Milik Jalan
yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh Pembina
Jalan dan diperuntukkan bagi pendangan bebas pengemudi dan pengamanan kontruksi
jalan. Ruang Pengawasan Jalan, merupakan sejalur tanah tertentu dan merupakan
sempadan jalan dengan tembok rumah;
48.
Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKN atau antara
PKN dengan PKW dan antar kota yang melayani kawasan berskala besar dan atau
cepat berkembang dan atau pelabuhan-pelabuhan
utama.
49.
Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antar PKW atau
antara PKW dengan PKL dan atau kawasan-kawasan berskala kecil dan atau
pelabuhan regional dan pelabuhan pengumpan lokal.
50.
Jalan Lokal Primer
menghubungkan secara berdaya guna PKN dengan PKL, PKW dengan PKL, antar PKL
atau PKL dengan pusat kegiatan lingkungan serta antar pusat kegiatan
lingkungan.
51.
Jalan Kolektor Primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga;
52.
Jalan Kolektor Sekunder adalah jaringan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga;
53.
Jalan Lokal Sekunder
atau Jalan Lokal adalah jaringan jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan perumahan atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan;
54.
Garis Sempadan adalah
garis batas maksimum untuk mendirikan bangunan dari jalur jalan, sungai,
saluran irigasi, jaringan listrik tegangan tinggi, jaringan pipa minyak dan
gas;
55.
Garis Sempadan Bangunan adalah jarak antara pagar halaman bangunan terhadap
dinding terluar bangunan. GSB dihitung setengah dari Ruang Milik Jalan
(Rumija)/ROW atau setengah dari as jalan sampai pagar jalan yang ada di muka
kapling bangunan atau rencana atau rencana pemanfaatan lahan lainnya;
56.
Ketinggian Bangunan
adalah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar
sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya komposisi
pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu;
57.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau Building Coverage Rasio (BCR) adalah
suatu ukuran tingkat pemanfaatan lahan pada suatu kapling tertentu yang
dinyatakan dalam satuan prosentase (%) yang dihitung dengan membagi luas
bangunan dengan luas kapling;
58.
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor Area Rasio (FAR) adalah ukuran
tingkat pemanfaatan bangunan pada suatu bangunan tertentu yang dinyatakan angka
1, 2 dan seterusnya yang dihitung dengan membagi luas total seluruh bangunan
terhadap luas lantai dasar bangunan. Jika suatu bangunan memiliki KLB atau FAR
lebih besar dari 1 (satu), maka menunjukan bahwa bangunan tersebut merupakan
bangunan bertingkat;
59.
Air Bersih adalah
air yang mutunya disarankan memenuhi syarat-syarat sebagai air minum seperti
ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 0220-1987 – M tentang
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum;
60.
Air Buangan limbah
adalah semua jenis air buangan yang berasal dari kegiatan rumah tangga maupun
non rumah tangga dan industri;
61.
Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sistem pengolahan air yang terdiri dari
unit-unit pengolahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air baku
menjadi air bersih;
62.
Jaringan Drainase
adalah sistem penyaluran limpasan air hujan ke badan penerima agar tidak
terjadi genangan;
63.
Tangki Septik adalah
sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat air, berfungsi sebagai bak
pengendap yang ditujukan untuk menampung kotoran padat untuk mendapatkan suatu
pengolahan secara biologis oleh bakteri dalam waktu tertentu;
64.
Tempat Pembuangan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat TPSS adalah suatu tempat
pengumpulan sampah sementara sebelum diangkut dan diolah di tempat pembuangan
akhir;
65.
Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPAS adalah suatu tempat
pengumpulan dari sampah kegiatan kota sebelum diolah dan atau dimanfaatkan
untuk kegiatan lain;
66.
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk
penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan
diatas 278 kV;
67.
Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran tenaga
listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk
penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan
diatas 70 kV sampai dengan 278 kV.
BAB II
TUJUAN, SASARAN,
FUNGSI DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 2
Penataan
ruang Kawasan Perkotaan Cianjur bertujuan :
a.
Sebagai arahan para pemangku kepentingan dalam melaksanakan
pembangunan di Kawasan Perkotaan Cianjur bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
b.
Menciptakan keserasian, keselarasan dan keseimbangan perkembangan
antar bagian wilayah perkotaan dan antar sektor dalam pengisian pembangunan
fisik kawasan perkotaan;
c.
Pedoman bagi dinas/instansi dalam pemberian perijinan kesesuaian
pemanfaatan bangunan dan peruntukan lahan.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 3
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
Cianjur berfungsi :
a.
Mewujudkan perwujudan ruang dalam rangka
pelaksanaan program pembangunan daerah;
b.
Menjaga konsistensi pembangunan dan
keserasian perkembangan antar kawasan fungsional dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah;
c.
Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang
selaras, serasi, efektif dan efisien dalam perencanaan kawasan;
d.
Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan melalui pengendalian
program-program pembangunan daerah.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Wilayah
Pasal 4
(1) Wilayah perencanaan Rencana
Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan
Cianjur mencakup Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Cianjur
seluas 5.905,69 ha;
(2) Wilayah perencanaan atau BWP Kawasan Perkotaan Cianjur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
dari 20 kelurahan/desa di 3 (tiga) kecamatan, yang
meliputi :
1. Kecamatan Cianjur
a.
Kelurahan Muka
b.
Kelurahan Solokpandan
c.
Kelurahan Pamoyanan
d.
Kelurahan Sawahgede
e.
Kelurahan Bojongherang
f.
Kelurahan Sayang
g.
Desa Babakankaret
h.
Desa Sukamaju
i.
Desa Limbangansari
j.
Desa Nagrak
k.
Desa Mekarsari
2. Kecamatan Karangtengah
a. Desa Sukataris
b. Desa Bojong
c. Desa Sabandar
d. Desa Sukamanah
a. Desa Maleber
b. Desa Sindanglaka
c. Desa Sukamulya
3. Kecamatan Cilaku
a. Desa Sirnagalih
b. Desa Rancagoong
(3)
Batas-batas wilayah perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan
Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
Sebelah Utara :
Desa Leuwikoja dan Desa Mekarjaya,
Kecamatan Mande;
Sebelah Selatan
: Desa
Cieundeur, Kecamatan Warungkondang, Desa Sukasari dan Sukakerta Kecamatan
Cilaku;
Sebelah Timur
: Desa
Munjul, Desa Rahong, Desa Sindangasih, Kecamatan Cilaku dan Desa Hegarmanah Kecamatan Karangtengah;
Sebelah barat :
Desa Cibulakan, Desa Gasol, Desa Cirumput, Kecamatan Cugenang.
(4)
Wilayah perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan
Cianjur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam lampiran – 1 yang tdak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Pembagian Sub Bagian Wilayah
Perkotaan
Pasal 5
(1) Pembagian
sistem pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Cianjur terdiri dari 5 (lima) sub
pusat pelayanan atau sub Bagian Wilayah Perkotaan (Sub BWP), yang terdiri dari
Sub BWP A, Sub BWP B, Sub BWP C, Sub BWP D, dan Sub BWP E;
(1) Sub BWP
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing mempunyai fungsi kegiatan
dominan sebagai berikut :
a.
Sub BWP A sebagai Pusat Utama
yang mempunyai jangkauan pelayanan tidak hanya terbatas untuk Kawasan
Perkotaan Cianjur saja akan tetapi melayani wilayah Kabupaten Cianjur, dengan
fungsi dominan sebagai pusat pemerintahan kabupaten, dan kegiatan ekonomi prospektif
kota, luas ± 457,91 Ha yang meliputi
Kelurahan Pamoyanan, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Solokpandan,
sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, dan sebagian Kelurahan
Bojongherang;
b. Sub BWP B sebagai sub pusat untuk mendukung
pusat kota dengan fungsi dominan permukiman perkotaan kepadatan tinggi dan kegiatan campuran, luas ± 257,77 Ha yang meliputi Desa Sukataris, Desa Bojong, Desa
Sabandar, Desa Sukamulya, Desa Sindanglaka, sebagian
Kelurahan Muka, dan sebagian Kelurahan Solokpandan;
c. Sub BWP C
sebagai sub pusat untuk mendukung pusat kota dengan fungsi
dominan sebagai permukiman perkotaan kepadatan sedang, luas ± 909,12 Ha yang meliputi Desa Sukamanah, Desa Maleber, sebagian Desa Sukamaju, dan sebagian Kelurahan Sayang;
d. Sub BWP D sebagai sub pusat untuk
mendukung pusat kota dengan fungsi dominan sebagai permukiman perkotaan kepadatan sedang dan tinggi,
fasilitas pelayanan umum skala regional, serta perdagangan dan jasa, luas ± 1.872,57 Ha yang meliputi Desa Sirnagalih, Desa
Rancagoong, Desa Nagrak, sebagian Kelurahan Sawah Gede, dan sebagian Desa Sukamaju;
e. Sub BWP E
sebagai sub pusat untuk mendukung pusat kota dengan fungsi
dominan permukiman kepadatan rendah, pendidikan, kesehatan, kawasan
lindung dan wisata, luas ± 393,75 Ha yang meliputi Desa Limbangsari, Desa Mekarsari, Desa
Babakankaret, sebagian
Kelurahan Bojongherang, dan sebagian Kelurahan Muka;
(2) Pembagian Sub Bagian Wilayah Perkotaan Cianjur sebagaimana
dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran
– 2 yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Daerah ini.
Bagian Keenam
Rencana Pembagian
Blok
Pasal 6
(1) Sub Bagian
Wilayah Perkotaan (Sub BWP) sebagaimana dimaksud Pasal 5 terbagi kedalam blok
dan sub blok, yaitu :
a. Sub BWP A terbagi
dalam 2 (dua) blok dan 8 (delapan) sub blok, yaitu blok A.1 terdiri sub blok
A.1.1, sub blok A.1.2, A.1.3 dan sub blok A.1.4; blok A.2 terdiri dari sub blok
A.2.1, sub blok A.2.2, sub blok A.2.3, dan sub blok A.2.4;
b. Sub BWP B
terbagi dalam 2 (dua) blok dan 10 (sepuluh) sub blok, yaitu blok B.1 terdiri
sub blok B.1.1, sub blok B.1.2, sub blok B.1.3, sub blok B.1.4, sub blok B.1.5, dan sub blok B.1.6; kemudian blok
B.2 terdiri dari sub blok B.2.1, sub blok B.2.2, sub blok B.2.3, sub blok
B.2.4, dan sub blok B.2.5;
c. Sub BWP C
terbagi dalam 1 (satu) blok dan 6 (enam) sub blok, yaitu blok C.1 terdiri sub
blok C.1.1, sub blok C.1.2, sub blok C.1.3, sub blok C.1.4, dan sub blok C.1.5;
d. Sub BWP D
terbagi dalam 3 (tiga) blok dan 17 (tujuh belas) sub blok, yaitu blok D.1,
terdiri sub blok D.1.1, sub blok D.1.2, sub blok D.1.3, sub blok D.1.4, sub
blok D-1.5, sub blok D-1.6, dan sub blok D-1.7; blok D-2, terdiri dari sub
blok D.2.1, sub blok D.2.2, sub blok
D.2.3, dan sub blok D.2.4; blok D-3 terdiri dari sub blok D.3.1, sub blok
D.3.2, sub blok D.3.3, sub blok D.3.4, sub blok D.3.5, dan sub blok D.3.6;
e. Sub BWP E
terbagi dalam 2 (dua) blok dan 12 (dua) belas sub blok, yaitu blok E.1
terdiri dari sub blok E.1.1, sub blok E.1.2, sub blok E.1.3, sub blok E.1.4,
sub blok E.1.5 dan sub blok E.1.6; sedangkan blok E.2 terdiri dari sub blok
E.2.1, sub blok E.2.2, sub blok E.2.3, sub blok E.2.4, sub blok E.2.5 dan sub
blok E.2.6;
(2) Pembagian
blok dan sub blok Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam lampiran – 3 yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
BAB III
RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN
PERATURAN ZONASI
KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR
Bagian Pertama
Umum
Pasal
7
a.
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cianjur
disusun dengan kedalaman substansi sampai kepada zona dan sub zona atau setara
dengan tingkat ketelitian peta pada skala 1 : 5.000 yang berfungsi sebagai peta
zonasi (zoning map);
b.
Ruang lingkup materi Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cianjur antara lain mencakup :
a. Tujuan dan Sasaran Pengembangan;
b. Rencana Pola Ruang;
c. Rencana jaringan
prasarana;
d. Penetapan Sub Bagian Wilayah
Perkotaan yang diprioritaskan penanganannya;
e. Ketentuan Pemanfaatan Ruang;
f. Peraturan Zonasi.
Bagian Kedua
Tujuan dan Sasaran Pengembangan
Kawasan Perkotaan Cianjur
Paragraf I
Tujuan Pengembangan
Kawasan Perkotaan Cianjur
Pasal 8
Tujuan dan Pengembangan
Kawasan Perkotaan Cianjur :
Tujuan
pengembangan Kawasan
Perkotaan Cianjur adalah: “Mewujudkan
kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Cianjur yang aman, nyaman, tertib, religius dan berkelanjutan melalui kegiatan jasa, perdagangan, dan industri berbasis pertanian”.
Paragraf
II
Sasaran
Pengembangan Kawasan Perkotaan Cianjur
Pasal 9
Sasaran
pengembangan Kawasan Perkotaan Cianjur adalah :
(1)
Mendorong terciptanya aktivitas
ekonomi perkotaan yang mandiri dan betrdaya saing dengan
didukung tersedianya aksesibilitas internal dan eksternal yang handal;
(2)
Mendorong terciptanya kemampuan kawasan perkotaan Cianjur sebagai
penggerak utama ekonomi di wilayah Kabupaten Cianjur, maupun skala yang lebih
luas, dengan didukung tersedianya sarana dan
prasarana yang memadai;
(3)
Membangun lingkungan yang
lestari dan berkelanjutan, melalui tersedianya fungsi-fungsi
ekologis yang cukup dan ruang terbuka hijau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(4)
Terlaksananya fungsi pengendalian melalui
peraturan zonasi yang operasional dan sesuai dengan karakteristik Kawasan
Perkotaan Cianjur.
Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang
Paragraf I
Umum
Pasal 10
(1) Rencana
Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi
:
a. Zona
Lindung;
b. Zona
Budidaya;
(2) Rencana
zona lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Zona
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. Zona
perlindungan setempat;
c. Zona rawan
bencana;
(3) Zona
budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :
a.
Zona perumahan;
b.
Zona perdagangan dan jasa;
c.
Zona perkantoran;
d.
Zona sarana pelayanan umum;
e.
Zona industri;
f.
Zona peruntukan campuran;
g.
Zona peruntukan khusus;
h.
Zona Ruang Terbuka Non Hijau;
i.
Zona peruntukan lainnya.
(4) Tabel
Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1),
tercantum dalam lampiran – 4 yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini;
(5) Peta
Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1),
tercantum dalam lampiran – 5 yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Keempat
Zona Lindung
Paragraf II
Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 11
(1)
Zona perlindungan terhadap daerah bawahannya
adalah bagian dari kawasan lindung yang
mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air dan sebagai pengontrol tata
air permukaan;
(2)
Zona perlindungan terhadap daerah bawahannya
sebagaimana dimaksud ayat (1) di Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi sebagian besar
wilayah sub blok E.1.4, E.1.5 dan E.1.6
Desa Babakankaret, atau meliputi Kmp. Cipanggung, Kmp. Pasirbatu, Kmp.
Cibeureum, Kmp. Cikadu, Kmp. Pasirbitung, dan Kmp. Pasirserah;
(3) Rencana
pengelolaan zona perlindungan terhadap kawasan bawahannya, adalah :
a.
Pendirian bangunan di zona perlindungan
terhadap kawasan bawahannya tidak diperbolehkan untuk bangunan dengan fungsi
hunian kecuali bangunan dengan fungsi penunjang zona resapan air;
b.
Pemanfaatan ruang di zona resapan air
diarahkan bagi kegiatan yang menunjang fungsi hidrologi tanah dalam rangka
menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan;
c.
Bangunan perumahan yang ada di zona resapan
air dibatasi perkembangannya serta tidak diperkenan adanya penambahan bangunan
baru;
d.
Pengembangan konservasi di zona resapan air
melalui penanaman tanaman tahunan yang berfungsi meresapkan air.
Paragraf III
Zona Perlindungan Setempat
Pasal 12
Zona perlindungan
setempat adalah bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai
daerah perlindungan terhadap :
a. Sempadan
Sungai;
b. Sempadan
irigasi;
c. Sempadan
Rel KA;
d.
Ruang Terbuka Hijau;
Pasal 13
(1) Zona
perlindungan setempat sempadan sungai
sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf a
meliputi sempadan Sungai Cianjur, Sungai Cimenteng I, Sungai Cimenteng II,
Sungai Cisarua Leutik, Sungai Cisarua Gede dan Sungai Sarongge;
(2) Rencana
pengelolaan zona sempadan sungai meliputi :
a.
Menetapkan sempadan Sungai Cianjur, Sungai
Cimenteng I, Sungai Cimenteng II, Sungai Cisarua Leutik masing-masing 10 (sepuluh) meter dari tepi
sungai;
b.
Menetapkan sempadan Sungai Cisarua Gede dan
Sungai Sarongge masing-masing 15 (lima belas) meter dari tepi sungai;
c.
Pendirian bangunan di sempadan sungai tidak
diperbolehkan untuk bangunan dengan fungsi hunian kecuali bangunan dengan
fungsi penunjang seperti jalan inspeksi, dan bangunan untuk perlengkapan
pengairan;
d.
Pengamanan dan perlindungan sekitar sungai dilarang
untuk dialih fungsikan yang dapat menyebabkan kerusakan kondisi fisik sungai,
mengganggu kualitas air dan kelancaran air;
e.
Pengendalian kegiatan bangunan disekitar
sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai dilarang untuk didirikan;
f.
Sungai yang melintasi kawasan permukiman
perlu dilakukan re-orientasi tata
letak bangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian latar depan dari suatu
bangunan;
g.
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam
memelihara dan menjaga kebersihan sungai melalui Program Kali Bersih
(Prokasih).
Pasal 14
(1) Zona
perlindungan setempat sempadan irigasi sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat b
meliputi sempadan saluran irigasi Ciraden/Cibalu, saluran irigasi Cianjur
Leutik, saluran irigasi Ciheulang, dan saluran irigasi Cisarua II/Leuwi Jubleg;
(2) Rencana pengelolaan sempadan irigasi meliputi
:
a. Menetapkan
sempadan saluran irigasi Ciraden/Cibalu, saluran irigasi Cianjur Leutik,
saluran irigasi Ciheulang dan saluran irigasi Cisarua II/Leuwi Jubleg
masing-masing 5 (lima) meter diukur dari sisi atas tepi saluran yang tidak
bertanggul, atau dari kaki tanggul sebelah luar;
b.
Tidak diperkenankan mendirikan bangunan di sempadan
irigasi kecuali bangunan dengan fungsi penunjang seperti jalan inspeksi, dan
bangunan untuk perlengkapan pengairan;
c.
Pengamanan dan perlindungan sekitar saluran
irigasi dilarang untuk dialih fungsikan yang dapat menyebabkan kerusakan kondisi
fisik saluran, mengganggu kualitas air dan kelancaran air;
d.
Saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman perlu
dilakukan re-orientasi tata letak bangunan
dengan menjadikan saluran irigasi sebagai bagian latar depan dari suatu
bangunan;
e.
Melakukan pemeliharaan saluran-saluran
irigasi melalui pengerukan dan rehabilitasi bangunan irigasi.
Pasal 15
(1)
Zona perlindungan setempat berupa sempadan rel KA sebagaimana dimaksud
Pasal 10 huruf c, meliputi areal disepanjang rel KA yang melintasi Desa Maleber
Kecamatan Karangtengah sampai Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku atau di Sub BWP
A, Sub BWP B dan Sub BWP C;
(2)
Rencana
pengelolaan sempadan rel KA meliputi :
a.
Menetapkan jarak sempadan rel Ka
masing-masing antara 10 (sepuluh) meter
– 11,5 (sebelas koma lima) meter diukur dari as real KA terdekat;
b.
Menetapkan pengaturan mengenai jalur
perkeretaapian dengan ketentuan ruang manfaat jalan 6 (enam) meter, ruang milik
jalan 12 (dua belas) meter, ruang pengawasan jalan 23 (dua puluh tiga) meter,
termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas diatasnya, yang
terdiri :
1.
6 (enam) meter untuk badan jalan rel KA;
2.
3 (tiga) meter untuk taman dan pembatas;
3.
3,5 (tiga koma lima) meter untuk jalan
inspeksi;
4.
2 (dua) meter untuk sistem penerangan jalan
dan drainase.
c. Penyediaan
dan pemeliharaan perlengkapan alat-alat pendukung sistem transportasi
perkeretaapian yang berupa perlindungan badan rel, kabel signal, telegraf,
kabel telepon, dan kabel listrik;
d. Penataan/perbaikan
melalui penyediaan taman/jalur hijau sepanjang rel KA dan sekitar Statsiun KA;
e. Dilarang melakukan aktivitas diatas badan
jalan rel KA dan bahu jalan rel KA yang dapat mengganggu keamanan dan
keselamatan perkeretaapian;
f. Dilarang
membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam
pohon pohon yang tinggi yang dapat mengganggu pandangan bebas jalur
perkerataapian;
g. Penetapan
peraturan secara ketat melalui mekanisme ijin mendirikan bangunan dan penetapan
sangsi yang tegas terhadap pelanggaran ijin mendirikan bangunan di sempadan rel
KA.
Pasal 16
(1)
Zona perlindungan setempat Ruang Terbuka Hijau
sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf d,
meliputi :
a.
RTH Hutan kota;
b.
RTH Taman kota;
c.
RTH Pemakaman;
d.
RTH Lapangan;
e.
RTH Jalur Hijau;
f.
RTH Lindung lainnya.
(2) RTH Hutan Kota sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf a, terdiri dari Hutan
Kota Pasirgede seluas 30.000 m² dan Hutan Kota Babakankaret 115.000 m²;
(3) RTH Pemakaman sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf b, terdiri dari pemakaman Pasarean Agung seluas 7.525 m²,
pemakaman Sirnalaya I seluas 28. 430 m²,
pemakaman Sirnalaya II seluas 4.188 m², pemakaman Tiong Hoa Pasirhayam yang
meliputi pemakaman Pasirlangkap seluas 43.477
m², pemakaman Pasirgombong seluas 40.378 m², pemakaman Pasirserah seluas 11.075
m²; pemakaman Kristen Pasirhayam melipti pemakaman Nona Manis seluas 40.800 m²,
dan pemakaman Pasirsarongge seluas 3.720 m²;
(4) RTH Taman Kota sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf c, terdiri taman kota alun-alun seluas 8.000 m², taman kota Eks
Terminal Muka seluas 7.000 m², dan taman
kota Eks Terminal Joglo seluas 1.200 m²;
(5) RTH lapangan sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf d, terdiri lapangan
Prawatasari seluas 20.000 m², dan lapangan Badak Putih seluas 20.000 m²;
(6) RTH jalur hijau sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf e, terdiri dari jalur hijau jalan dan median Jalan Perintis
Kemerdekaan seluas 50 m², Jalan Abdullah Bin Nuh seluas 1.400 m², dan Jalan Dr.
Muwardi seluas 212 m²;
(7) RTH lindung lainnya sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf f, terdiri dari kawasan lindung sempadan rel KA seluas 88.000 m², dan kawasan lindung
sempadan sungai, yaitu Sungai Cianjur seluas 24.750 m², Sungai Cimenteng I
seluas 25.300 m², Sungai Cimenteng II seluas 13.200 m², Sungai Cisarua Leutik
seluas 19.800 m², Sungai Cisarua Gede seluas 17.875 m², dan Sungai Sarongge seluas
11.825 m²;
(8)
Rencana
pengeloaan zona RTH dilakukan dengan
cara :
a. Mempertahankan dan meningkatkan RTH
yang ada saat ini melalui optimalisasi fungsi ekologis dan estetis kawasan
perkotaan;
b. Pengembangan luas zona lindung RTH
kota guna memenuhi 30 % kebutuhan ruang terbuka hijau di daerah perkotaan.
c.
Mengoptimalkan
fungsi resapan pada RTH pemakaman dengan penanaman pohon-pohon penghijauan dan
pelarangan penembokan makam;
d. Mempertahankan areal pemakaman yang
ada dan mengoptimalkan fungsi makam melalui makam tumpangan;
e. Penambahan areal penghijauan di
seluruh kawasan permukiman;
f. Penghijauan dikembangkan di seluruh
ruas milik jalan (rumija) baik jalan arteri sekunder, jalan lokal dan jalan
lingkungan;
g. Peningkatan program sejuta pohon bagi
pengembangan perumahan baik perumahan yang sudah ada maupun perumahan baru;
Paragraf IV
Zona Rawan Bencana
Pasal 17
(1)
Zona
rawan bencana di Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi bencana kebakaran;
(2) Zona rawan bencana kebakaran
sebagaimana dimaksud ayat (1) berada di kawasan permukiman padat diseluruh
kawasan perkotaan, yaitu di Kelurahan Muka, Kelurahan Sayang, Kelurahan
Solokpandan, Kelurahan Bojongherang, Kelurahan Pamoyanan, dan Kelurahan
Sawahgede;
(3) Upaya penanganan bencana kebakaran dilakukan
melalui :
a. Pembatasan kepadatan bangunan melalui
pengaturan intensitas bangunan;
b. Perbaikan/peningkatan kondisi jalan
lingkungan yang ada dengan lebar jalan antara 3 (tiga) – 3,5 (tiga koma lima)
meter agar bisa dilalui kendaraan pemadam kebakaran;
c. Perbaikan/peningkatan saluran drainase
yang ada dengan lebar minimum saluran 0,25
(kosong koma dua puluh lima) meter;
d. Penempatan hidran dan sumur bor di
lingkungan permukiman padat;
e. Melakukan penyuluhan kepada
masyarakat tentang penanggulangan kebakaran.
Bagian Keempat
Zona Budidaya
Paragraf I
Zona Perumahan
Pasal 18
(1)
Zona perumahan meliputi perumahan kepadatan sangat tinggi,
perumahan kepadatan tinggi, perumahan kepadatan sedang, perumahan kepadatan
rendah, dan perumahan kepadatan sangat rendah;
(2)
Zona perumahan kepadatan sangat tinggi dan perumahan kepadatan
tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi kawasan permukiman di beberapa bagian pusat kota yaitu di sebagian
Kelurahan Muka, Kelurahan Sayang, Kelurahan Solokpandan, dan Kelurahan
Pamoyanan;
(3)
Zona perumahan kepadatan sangat tinggi dan perumahan kepadatan
tinggi dibatasi perkembangannya dan
dilakukan penataan melalui :
a. Rehabilitasi dan
atau/revitalisasi kawasan perumahan melalui program penataan lingkungan
berbasis pemberdayaan;
b. Peningkatan kualitas
rumah melalui perbaikan rumah dan penyedian prasarana dan sarana umum;
c.
Pengembangan perumahan dilakukan secara intensif (vertikal) berupa
rumah susun sewa (rusunawa) dan rumah susun milik (rusunami) serta apartement;
d. Perumahan disekitar
sempadan rel KA maupun sempadan sungai dilakukan relokasi.
(4)
Zona perumahan kepadatan
sedang sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi kawasan permukiman yang masih
berdekatan dengan pusat kota yang tersebar di Kelurahan Sawahgede, Desa
Limbangansari, Desa Mekarsari, dan Desa Bojong;
(5)
Zona perumahan kepadatan sedang dilakukan pengembangan secara
terbatas melalui :
a. Pengaturan intensitas
bangunan perumahan melalui mekanisme perijinan mendirikan bangunan agar tidak
menjadi perumahan yang mempunyai kepadatan tinggi;
b. Menyediakan prasarana dan
sarana perumahan seperti air bersih, saluran drainase, jalan lingkungan, dan
fasilitas sosial (kesehatan, pendidikan, dan keagamaan);
c.
Pembangunan perumahan baru agar terintegrasi dengan sistem
jaringan perkotaan secara menyeluruh dan terpadu;
(6)
Zona perumahan kepadatan rendah dan perumahan kepadatan sangat
rendah sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi kawasan perumahan di daerah penggiran perkotaan, antara lain Desa Sukamaju, Desa Nagrak, Desa
Babakankaret, Desa Sukataris, Desa Sabandar, Desa Maleber, Desa Sindanglaka,
Desa Sukamanah, Desa Sukamulya, Desa Sirnagalih dan Desa Rancagoong;
(7)
Zona perumahan kepadatan rendah dan perumahan kepadatan sangat
rendah dilakukan pengembangan melalui :
a.
Pembangunan Kawasan Siap Bangunan (Kasiba) yang didukung dengan
prasarana dan sarana;
b.
Pembangunan perumahan dilakukan tidak menggangu fungsi lindung dan
diluar areal pertanian sawah khususnya sawah produktif dan berpengairan teknis;
c.
Pembangunan perumahan baru dilakukan secara terintegrasi dengan
sistem jaringan perkotaan secara menyeluruh dan terpadu;
Paragraf II
Zona Perdagangan dan Jasa
Pasal 19
(1)
Zona perdagangan dan jasa
terdiri dari pasar tradisional, pusat perbelanjaan, toko, toko modern,
pusat perdagangan, pergudangan, dan dry
port;
(2)
Pengembangan zona perdagangan meliputi rencana perdagangan dan
jasa pelayanan skala regional (kabupaten), perdagangan dan jasa pelayanan skala
pusat kota, perdagangan dan jasa pelayanan skala sub pusat kota serta perdagangan dan jasa pelayanan skala lingkungan,
serta pengembangan dry port;
(3)
Zona perdagangan dan jasa sekala pelayanan regional (kabupaten)
berkembang di Pasirhayam Desa Sirnagalih atau di Sub BWP D berupa pasar
tradisional, pusat perdagangan, rumah toko, dan toko yang berdekatan dengan dry port;
(4)
Zona perdagangan dan jasa skala pelayanan kota berupa pasar tradisional
Pasar Muka dan pusat perbelanjaan serta toko modern di sepanjang Jalan
Mangunsarkoro, Jalan Siti Jenab, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan
Suroso, Jalan Moch Ali dan Jalan Abdullah Bin Nuh;
(5)
Zona
perdagangan dan jasa skala pelayanan sub pusat kota dikembangkan di Desa Bojong (Sub BWP B), Warungbatu (Sub BWP
C), Desa Rancagoong (Sub BWP D) dan Desa Sukamulya (Sub BWP E), yaitu berupa
toko dan toko modern;
(6)
Zona perdagangan dan jasa skala pelayanan lingkungan dikembangkan
secara merata di seluruh pusat lingkungan yang menyatu dengan kawasan
permukiman, berupa toko;
(7)
Merelokasi PKL yang berada di pusat kota yaitu di sekitar Pasar
Induk Cianjur, Jalan Mangunsarkoro,
Pasar Bojongmeron, Jalan Suroso dan Jalan Moch Ali ke Pasar Pasirhayam;
(8)
Pengaturan jarak minimal pendirian toko modern, adalah :
a.
Minimarket berjarak 500 (lima ratus) meter dari pasar
tradisional dan antar minimarket yang terletak pada akses sistem jaringan jalan
arteri/kolektor;
b.
Supermarket dan Departemen Store berjarak 1.500 (seribu lima ratus) meter dari
pasar tradisional yang terletak pada akses sistem jaringan jalan
arteri/kolektor;
c.
Hypermarket berjarak 2.500 (dua ribu
lima ratus) meter dari pasar tradisional yang terletak pada akses sistem
jaringan jalan arteri/kolektor;
(9)
Merelokasi pergudang yang ada di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan
Pasundan, dan Jalan Arif Rahman Hakim
ke Jalan Perintis Kemerdekaan dan sekitar pasar Pasirhayam atau di Sub BWP D;
(10)
Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang ada lebih
dioptimalkan dengan pembangunan secara vertikal;
(11)
Membatasi perkembangan toko modern sesuai peraturan perundangan
yang berlaku;
Paragraf III
Zona Perkantoran
Pasal 20
(1)
Zona perkantoran terdiri dari kantor pemerintahan dan kantor
swasta;
(2)
Zona perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi perkantoran pemerintahan tingkat kabupaten, perkantoran pemerintahan tingkat
kecamatan dan perlantoran tingkat desa;
(3) Rencana pengembangan dan
pengaturan zona perkantoran pemerintah adalah :
a.
Mengoptimalkan kompleks perkantoran pemerintahan tingkat kabupaten
di Jalan Siti Jenab dan di Jalan
Abdullah Bin Nuh;
b.
Pengembangan perkantoran tingkat kecamatan di Jalan Siliwangi
(Kantor Kecamatan Cianjur), Jalan Raya Cibeber (Kmp. Kubang untuk Kantor
Kecamatan Cilaku), dan Kmp. Rawabango Wetan Desa Hegarmanah untuk kantor
Kecamatan Karangtengah;
c.
Optimalisasi perkantoran tingkat kelurahan dan desa di lokasi yang
ada sekarang;
(4)
Pengembangan zona perkantoran swasta dioptimalkan dengan cara
vertikal disepanjang jalan arteri maupun jalan kolektor.
Paragraf
IV
Zona
Sarana Pelayanan Umum
Pasal
21
(1) Zona Sarana Pelayanan
Umum meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana peribadatan, sarana olah raga dan
sarana sosial budaya;
(2) Pengembangan sarana
pendidikan meliputi sarana pendidikan skala kabupaten, sarana pendidikan
skala kota, sarana pendidikan tingkat
kawasan, dan sarana pendidikan skala lingkungan;
(3) Pengembangan sarana
pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi :
a.
Sarana pendidikan skala kabupaten berupa sarana Pendidikan Tinggi
di Pasirgede Raya, Jalan Dr. Muwardi, dan Jalan Abdullah Bin Nuh;
b.
Sarana pendidikan tingkat kota berupa sarana pendidikan Tingkat Menengah
(SMU/SMK/MA) tersebar di Jalan Pangerang Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin Nuh,
Jalan Siliwangi, Jalan Pasundan, dan Jalan Perintis Kemerdekaan;
c.
Sarana pendidikan tingkat tingkat kawasan berupa sarana pendidikan
Tingkat Pertama (SMP/MTs) tersebar
diseluruh kawasan kota;
d.
Sarana pendidikan tingkat lingkungan berupa sarana pendidikan
Tingkat Dasar (SD/MI) dan sarana pendidikan Pra Sekolah (TK/PAUD) tersebar
diseluruh kawasan kota;
(4)
Rencana pengembangan dan pengaturan sarana pendidikan, adalah :
a.
Sarana pendidik skala pelayanan kabupaten tetap dipertahankan
dengan pengembangan secara vertikal;
b.
Sarana pendidikan skala kota dan skala kawasan tetap dipertahankan
dan pengembangannya dilakukan secara
vertikal;
c.
Sarana pendidikan skala lingkungan dikembangkan secara merata diseluruh
lingkungan permukiman.
Pasal 22
(1) Sarana kesehatan meliputi
sarana kesehatan skala kabupaten yaitu berupa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di
Kelurahan Bojongherang dan RSI Al-Afiah di Jalan Siti Jenab Kelurahan Pamoyanan;
(2) Sarana kesehatan skala
pelayanan kecamatan yaitu berupa Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Jalan Hidayatulloh (kompleks Kopem
Kelurahan Swahgede), Jalan Dr. Muwardi (Kelurahan Muka), Desa Babakankaret,
Desa Rancagoong, dan di Desa Bojong;
(3) Sarana pendudukung
kesehatan skala pelayanan kota seperti apotik, toko obat, dan laboratorium
di Jalan Ir. H. Juanda, Jalan HOS
Cokroaminoto, dan Jalan Dr. Muwardi;
(4)
Rencana pengembangan dan pengaturan sarana kesehatan, adalah :
a. Pengembangan
kapasitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
dan RSI Al-Afiah dilakukan secara vertical;
b. Pengembangan Rumah Sakit
Umum Swasta yang mempunyai skala regional direncanakan di Jalan Abdullah Bin
Nuh Kelurahan Sawahgede, Jalan Raya Sukabumi Desa Rancagoong, dan Jalan Raya
Bandung Desa Bojong;
c. Peningkatan sarana kesehatan
skala pelayanan kecamatan yaitu berupa Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
dioptimalkan di lokasi yang ada yaitu di Jalan P. Hidayatulloh (kompleks Kopem
Kelurahan Swahgede), Jalan Dr. Muwardi (Kelurahan Muka), Desa Babakankaret,
Desa Rancagoong, dan di Desa Bojong;
d. Peningkatan sarana
kesehatan skala pelayanan lingkungan berupa Pustu, Pokesdes, dan Posyandu yang
tersebar diseluruh kawasan perkotaan.
Pasal 23
(1)
Sarana
peribadatan skala regional dan kota meliputi Mesjid Agung yang berada di Jalan
Siti Jenab (Taman Alun-alun), Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Jalan Mangunsarkoro,
Gereja Santo Petrus di Jalan Siliwangi, dan Gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) di Jalan Mangunsarkoro,
Gereja Kristen di Jalan Moch. Ali,
Gereja Pentakosta di Indonesa (GPDI) di Jalan Hasyim Ashari, Kelenteng
Bhumi Pharsija di Jalan Mangunsarkoro;
(2)
Sarana
peribadatan skala kecamatan/kawasan berupa mesjid jami dan sarana peribadatan
skala lingkungan berupa musholla dan langgar yang tersebar di seluruh kawasan
kota;
(3)
Rencana
pengembangan dan pengaturan sarana peribadatan, adalah :
a.
Pengembangan
sarana peribadatan skala lingkungan berupa musholla dilakukan secara merata
sesuai kebutuhan yang lokasinya menyatu dengan permukiman;
b.
Pembangunan
sarana peribadatan yang baru bagi umat non muslim mengacu kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf
V
Zona
Industri
Pasal
24
(1)
Kegiatan
yang ada di zona industri di Kawasan Perkotaan Cianjur adalah adalah industri kecil dan aneka industri,
seperti industri sandang/pakaian, makanan dan minuman serta industri bahan
bangunan;
(2) Lokasi industri kecil skala rumah
tersebar di seluruh kawasan perkotaan terutama jenis industri makanan dan
minuman, sedangkan aneka industri berada di Jalan Pramuka berupa jenis industri
pengolahan bahan sandang, dan di Jalan Perintis Kemerdekaan berupa jenis
industri pengolahan kulit;
(3) Rencana pengembangan dan pengaturan zona industri, adalah :
a.
Pengembangan
industri kecil dapat di dilakukan di lingkungan permukiman dengan memperhatikan
gangguan terhadap lingkungan;
b.
Pengembangan
aneka industri ditetapkan di zona khusus yang terletak di Desa Rancagoong yang
memanfaatkan akses jalan arteri primer Sukabumi – Cianjur dan inter change
jalan tol Sukabumi – Bandung;
c.
Industri
pengolahan kulit di Jalan Perintis Kemerdekaan tetap dipertahankan tetapi tidak
untuk dikembangkan serta dilakukan penyempurnaan sistem instalasi pengolahan
limbah (IPAL) sehingga tidak mencemari lingkungan, khususnya pencemaran badan
air Sungai Cisarua Leutik;
Paragraf
V
Zona
Campuran
Pasal
25
(1) Zona campuran adalah zona
yang peruntukannya menyatu antara kegiatan perumahan, perdagangan dan jasa,
pendidikan, dan perkantoran;
(2) Zona campuran sebagaimana
dimaksud ayat (1) terletak di sepanjang Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan
Siliwangi, Jalan Dr. Muwardi, dan Jalan
Pramuka serta beberapa ruas jalan kolektor dan jalan lingkungan di pusat kota;
(3)
Pengembangan dan pengaturan zona campuran tetap mempertahankan
kondisi yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal dan memperhatikan
kapasitas jalan serta menyediakan ruang parkir secukupnya;
Paragraf
VI
Zona
Peruntukan Khusus
Pasal
26
Zona peruntukan khusus di
Kawasan Perkotaan Cianjur berupa :
a.
Zona pertahanan dan keamanan;
b.
Zona Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS);
c.
Zona Menara Base Transeiver
Station (BTS);
d.
Zona Statsiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Statsiun
Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE);
Pasal 27
(1)
Zona peruntukan khusus pertahanan keamanan sebagaimana dimaksud
Pasal 22 huruf a berupa Markas Raider 200 di Jalan Ariawiratanudatar Desa
Sukataris, Markas Kodim 0612 Suryakancana di Jalan Siliwangi, Markas Kepolisian
Resor Cianjur di Jalan Abdullah Bin Nuh dan Jalan Suroso, Markas Polisi Militer
di Jalan siliwangi Kantor Polsek Cianjur di Jalan Siliwangi, Kantor Polsek
Karangtengh di Jalan Raya Bandung Desa Bojong, serta pos-pos polisi yang
tersebar di seluruh kawasan kota;
(2)
Rencana pengembangan dan pengaturan zona peruntukan khusus
pertahanan keamanan adalah :
a. Mempertahankan zona pertahanan
keamanan yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal;
b. Pengaturan pos-pos Polisi yang berada
di simpang Harimart, Simpang Muka, Simpang Bojong dan Simpang Pasirhayam agar
tidak mengganggu estetika lingkungan;
Pasal 28
(1)
Zona
peruntukan khusus Tempat Pembuangan Akhis Sampah (TPAS) sebagaimana dimaksud Pasal 22 huruf b berupa TPAS
Pasirsembung di Desa Sirnagalih atau di Sub BWP D;
(2)
Rencana
pengembangan dan pengaturan zona peruntukan khusus Tempat Pembuangan Akhir
Sampah (TPAS) adalah :
a.
Mengoptimalkan
lokasi TPAS Pasirsembung sebelum lokasi TPAS Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon
siap dioperasionalkan;
b.
Melengkapi
dan menyempurnakan sarana dan prasarana pengolahan sampah dan sistem pengolahan
leachet sampah TPAS Pasirsembung;
c.
Mempersiapan
lokasi TPAS Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon sebagai lokasi pengganti TPAS
Pasirsembung.
Pasal
29
(1)
Zona
peruntukan khusus Manara Base Transeiver Station (BTS)
sebagaimana dimaksud Pasal 22 huruf c yang tersebar diseluruh kawasan
perkotaan;
(2)
Rencana
pengaturan Menara Base Transeiver Station (BTS) adalah
:
a.
Membatasi
perkembangan BTS terutama di daerah
permukiman padat, daerah perdagangan dan jasa serta perkantoran;
b.
Mengembangkan
pemanfaatan BTS bersama.
Pasal
30
(1)
Zona
peruntukan khusus Statsiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Sarana Pengisian
dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE) tersebar diseluruh kawasan kota yaitu :
a.
Sarana
Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Raya Bandung Desa Bojong, di Jalan
Perintis Kemerdekaan Kelurahan Sayang
dan Desa Sirnagalih, di Jalan Abdullah Bin Nuh Kelurahan
Sawahgede, dan di Jalan Ir. H. Juanda Desa Mekarsari;
b.
Sarana
Pengisian dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE) di Jalan Pramuka Desa Bojong dan di
Jalan Abdullah Bin Nuh Kelurahan Sawahgede;
(2)
Rencana
pengembangan dan pengaturan zona peruntukan khusus Statsiun Pengisian Bahan
Bakar Umum (SPBU) dan Statsiun Pengisian dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE),
adalah :
a. Mengoptimalkan SPBU dan SPPBE yang ada saat ini yaitu di
Abdullah Bin Nuh, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Dr. Muwardi
(Jalan Raya Bandung), dan Jalan Ir. H. Juanda (Panembong), dan di Jalan
Pramuka;
b. Merelokasi SPBU Joglo yang berada di
persimpangan Jalan P. Hidayatulloh dan Jalan Siliwangi;
c. Pembangunan sarana SPBU dan SPPBE
tidak berdekatan dengan zona permukiman dan harus menyediakan sarana dan
prasarana keamanan kebakaran.
Paragraf VII
Zona
Peruntukan Lainnya
Pasal
31
(1)
Zona peruntukan lainnya berupa areal pertanian yang menyebar di
daerah pinggiran kawasan perkotaan, kegiatan pariwisata di Desa Babakankaret,
dan kegiatan pertambangan di Desa Sirnagalih;
(2)
Pengembangan dan pengaturan zona peruntukan pertanian sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
a.
Areal pertanian yang ada khususnya pertanian lahan basah yang
berpengairan teknis tetap dipertahankan keberadaanya dan ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b.
Pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan
melalui intensifikasi lahan dan peningkatan sarana pengairan;
(3)
Zona peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
kegiatan wisata alam di Desa Babakankaret seluas ± 11 ha;
(4)
Rencana pengembangan dan pengaturan zona peruntukan pariwisata
adalah :
a.
Kegiatan wisata alam di Desa Babakankaret dibatasi perkembangannya
agar tidak merusak daerah resapan air;
b.
Memadukan kegiatan wisata alam dengan wisata budaya dan wisata
kuliner khas Cianjur;
(5)
Zona peruntukan pertambangan berupa pertambangan Golongan C di
Desa Sirnagalih;
(6)
Pengaturan dan pembatasan kegiatan pertambangan golongan C di Desa
Sirnagalih agar tidak merusak lingkungan dan melakukan reklamasi melalui
pemanfaatan sebagai hutan kota.
Paragraf
VIII
Zona
Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH)
Pasal
32
(1) Zona Ruang Terbuka
Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan Cianjur adalah berupa :
a. Kawasan
perumahan;
b. Pusat
kegiatan pemerintahan;
c.
Pusat kegiatan perdagangan dan jasa;
d. Sarana
pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga);
e. Sepanjang
jaringan jalan di seluruh kawasan perkotaan;
f.
Areal
Terminal dan Stasiun KA;
(2)
Pengaturan
RTNH sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Pengaturan RTNH di kawasan perumahan berupa pekarangan rumah dan taman bermain
berpaving;
b. Pengaturan RTNH di pusat kegiatan
pemerintahan berupa lapangan upacara dan areal parkir;
c.
Pengaturan
RTNH di pusat kegiatan perdagangan dan jasa berupa areal parkir, dan tempat bongkar muat;
d. Pengaturan RTNH di sarana pelayanan
umum berupa lapangan upacara, tempat bermain berpaving, dan sarana olah raga (out dor);
e. Pengaturan RTNH di sepanjang jaringan
jalan berupa pedestrian (sarana pejalan kaki);
f.
Pengaturan
RTNH di areal terminal dan statsiun KA berupa areal parkir dan tempat bongkar
muat.
Bagian Kelima
Rencana Jaringan Prasarana
Pasal 25
(1)
Rencana jaringan prasarana meliputi rencana sistem
jaringan pergerakan, dan rencana sistem jaringan utilitas;
(2)
Rencana sistem jaringan pergerakan sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
b.
Rencana pola pergerakan;
c.
Rencana fungsi jalan;
d.
Rencana prasarana transportasi;
e.
Rencana route angkutan umum;
f.
Rencana pengembangan angkutan Kereta Api;
g.
Rencana jalur pejalan kaki;
h.
Rencana jalur sepeda;
i.
Rencana sarana pelengkap jalan;
(3)
Rencana sistem jaringan utilitas sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
a. Rencana
sistem jaringan listrik/energy;
b. Rencana
sistem jaringan telekomunikasi;
c. Rencana
sistem jaringan Air Minum;
d. Rencana
sistem pengelolaan air limbah;
e. Rencana sistem pengelolaan persampahan;
f. Rencana
sistem drainase;
g. Rencana
jalur evakuasi bencana;
h. Rencana
sistem penanggulangan kebakaran.
Bagian Keenam
Rencana Sistem Jaringan Pergerakan
Paragraf I
Rencana Pola Pergerakan
Pasal 26
(1) Pergerakan
orang dan barang di Kawasan Perkotaan Cianjur terbagi dalam 3 (tiga) pola,
yaitu pergerakan internal – internal, internal – eksternal, dan pola pergerakan
eksternal – eksternal;
(2) Pola
pergerakan orang dan barang di Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud
ayat (1) adalah :
a. Pola
pergerakan internal – internal yaitu
pergerakan di dalam Kawasan Perkotaan Cianjur baik asal maupun tujuannya,
berada di beberapa ruas jalan yaitu Jalan
Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Oto Iskandar Dinata II,
Jalan Siti Jenab, Jalan Siliwangi, Jalan Adi Sucipta, Jalan Prof. Moch Yamin,
Jalan Aria Cikondang, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Yulius Usman, Jalan Moch.
Ali, Jalan Moch Toha, Jalan Amalia Rubini, Jalan Raya Bandung, Jalan Perintis Kemerdekaan,
Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Suroso, Jalan Taifur Yusuf, dan Jalan P.
Hidayatulloh;
b. Pola
pergerakan internal – eksternal yaitu pergerakan dari Kawasan Perkotaan ke luar
atau sebaliknya, berada di beberapa ruas jalan yaitu Jalan Raya Bandung, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim,
Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Perintis Kemedekaan, Jalan Raya Sukabumi, Jalan Aria
Wiratanudatar, dan Jalan Abdullah Bin Nuh;
c. Pola
pergerakan eksternal – eksternal yaitu pergerakan yang melewati Kawasan
Perkotaan Cianjur yang berasal dari luar dan menuju ke luar, berada pada
ruas Jalan Raya Bandung, Jalan Dr.
Muwardi, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman
Hakim, Jalan Raya Sukabumi, dan Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan KH. Saleh,
Jalan Kandang Sapi – Bojong;
(3) Pola
pergerakan orang dan barang internal – internal dilakukan dengan mengoptimalkan
ruas-ruas jalan lokal dan jalan
lingkungan yang ada;
(4) Pola
pergerakan orang dan barang internal – eksternal dilakukan dengan memanfaatkan
ruas-ruas jalan kolektor primer dan jalan arteri sekunder;
(5) Pola
pergerakan orang dan barang eksternal – eksternal dilakukan dengan memanfaatkan
ruas-ruas jalan arteri primer.
Paragraf II
Rencana Fungsi Jalan
Pasal 27
(1)
Peningkatan mobilitas pergerakan di Kawasan
Perkotaan Cianjur dilakukan penetapan hirarki jalan sebagai berikut :
a. Jalan Arteri
Primer, yaitu ruas Jalan Arah Sukabumi (batas
kota - luar kota), Jalan Arah Bandung (perempatan Rawabango – luar kota, Jalan
Lingkar Timur, rencana an Lingkar Selatan, rencana Jalan Lingkar Barat, rencana
Jalan Lingkar Utara (Desa Babakankaret), dan rencana Jalan Tembus Vertikal Lingkar
Utara dan Lingkar Barat melewati Desa Mekarsari dan Desa Nagrak;
b. Jalan Arteri
Sekunder, yaitu ruas Jalan Raya Bandung, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Raya Sukabumi – Batas Kota, Jalan Arif
Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Raya
Cibeber – Batas Kota, Jalan KH. Saleh;
c. Jalan
Kolektor Primer, yaitu Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria
Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Otista III, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Taifur
Yusuf, Jalan KH. Ashari, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Moch Ali, Jalan Siti
Jenab, Jalan Mangkupraja, Jalan Aria Wiratanudatar;
d. Jalan Lokal
meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam katagori Jalan Arteri Primer, Jalan Arteri Sekunder,
dan Jalan Kolektor Primer, antara lain Jalan Amalia Rubini, Jalan Pangeran
Hidayatulloh, Jalan Otista II, Jalan Pasirgede Raya, Jalan Yusuf Hasiru, Jalan
Slamet Riyadi, Jalan Slamet, Jalan Barisan Banten, Jalan Adi Sucipta;
e. Jalan
Lingkungan, yaitu seluruh ruas jalan di dalam lingkungan permukiman menuju
pusat kegiatan disekitarnya;
(2) Rencana
hirarki jaringan jalan di Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tercantum dalam lampiran – 6 yang tidak terpisahkan dalam
Peraturan Daerah ini.
Paragraf III
Rencana Prasarana Transportasi
Pasal 28
(1)
Rencana prasarana transportasi meliputi :
a. Terminal;
b. Halte;
c. Jembatan
penyeberangan;
d. Trotoar
(pedestrian);
e. Sistem perparkiran;
(2) Rencana lokasi
terminal sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a adalah meliputi terminal type B
dan terminal type C, yaitu :
a. Terminal
type B atau terminal
utama ditempatkan pada tempat/simpul
yang saling terhubung dengan sistem jaringan jalan, yaitu
di Kmp. Pasirhayam Desa
Sirnagalih Kecamatan Cilaku (Sub BWP D)
seluas ± 2,13 ha;
b. Terminal type C atau sub-terminal
ditempatkan pada pusat-pusat Sub BWP yaitu di Kmp. Warungseuseupan (di Sub BWP
E) untuk melayani angkutan umum dari arah Bogor/Cipanas, dan di Kmp. Rawabango
(Sub BWP B) untuk melayani angkutan arah Bandung/Ciranjang/Cikalongkulon;
(3) Rencana lokasi halte sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf b adalah di sepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, dan
Jalan P. Hidayatulloh;
(4) Rencana jembatan penyeberangan sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf c berupa jembatan penyeberangan maupun zebra cross. Jembatan penyeberangan direncanakan di beberapa titik
sepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan Ir.
H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, dan Jalan Arif Rahman Hakim. Sedangkan
penempatan zebra cross direncanakan
pada beberapa ruas jalan yang sekitarnya terdapat fasilitas perkantoran,
fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, dan fasilitas umum lainnya serta
pada titik-titik strategis lainnya di sekitar lokasi halte;
(5) Rencana
trotoar (pedestrian) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d direncanakan disemua
ruas jalan baik ruas jalan arteri, kolektor dan jalan lokal, yang penyediaannya
harus terintegrasi dengan perabot jalan lainnya seperti rambu lalu lintas,
tempat sampah, lampu penerangan, pot bunga, tanaman penghijauan, halte dan zebra cross;
(6) Rencana
sistem parkir sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e direncanakan dengan
sistem on - street parking maupun sistem off – street parking.
a. Rencana
sistem on - street parking hanya diperbolehkan pada ruas jalan dengan
fungsi jalan kolektor dan/atau lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan
lingkungannya, kondisi lalu lintas, aspek keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas. Desain on - street
parking dilakukan dengan penentuan
sudut parkir, pola parkir, dan larangan parkir;
b. Rencana sistem
off – street parking ditempatkan
berdasarkan fasilitas parkir untuk umum dan fasilitas parkir sebagai penunjang.
Fasilitas parkir untuk umum
direncanakan disepanjang Jalan
Mangunsarkoro, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi, sedangkan fasilitas parkir sebagai penunjang
ditempatkan di pusat-pusat pendidikan, kesehatan, dan perkantoran serta
fasilitas umum lainnya. Desain off –
street parking terdiri taman parkir
dan gedung parkir menurut kriteria tertentu.
Paragraf
IV
Rencana
Rute Angkutan Umum
Pasal 29
(1) Rencana
rute angkutan umum di Kawasan Perkotaan Cianjur direncanakan melalui
optimalisasi rute angkutan angkutan umum yang sudah ada dengan mempertimbangkan
kapasitas jalan;
(2) Penambahan
dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan kembali sesuai dengan perkembangan
kawasan;
(3) Rencana
rute angkutan umum di Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam lampiran – 7 yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf
V
Rencana
Pengembangan Angkutan Kereta Api
Pasal 30
(1) Rencana
pengembangan angkutan Kereta Api dilakukan melalui peningkatan operasional dan
perbaikan sarana serta prasarana Kereta Api;
(2) Rencana
pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui
:
a. Peningkatan
operasional KA, yaitu pembukaan jalur KA Bandung – Sukabumi – Bogor untuk
keperluan angkutan orang dan barang maupun angkutan keperluan wisata;
b. Perbaikan
sarana dan prasarana KA, yaitu perbaikan Statsiun KA, perbaikan rel KA, dan pemanfaatan
lahan disekitar Statsiun KA untuk mendukung kelancaran dan kenyamanan pengguna
KA.
Paragraf
VI
Rencana
Jalur Pejalan Kaki
Pasal 31
(1)
Ruang
Pejalan Kaki yang direncanakan di Kawasan
Perkotaan Cianjur yaitu
ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di bangunan, ruang pejalan
kaki di RTH, ruang pejalan kaki di atas tanah (penyebrangan diatas);
(2)
Rencana
pengembangan dan penataan ruang pejalan kaki di sisi jalan sebagimana di maksud
ayat (1) di arahkan pada semua ruas
jalan utama pembentuk struktur ruang pusat kegiatan/pelayanan yaitu Jalan
Ir. H. Juanda, Jalan Dr. Muwardi, Jalan
Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch.
Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah
Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan
Suroso;
(3)
Rencana
pengembangan dan penataan ruang jalur pedestriaan di sisi bangunan sebagimana di maksud ayat (1)
di arahkan pada pusat-pusat
kegiatan strategis (kawasan komesil, pusat pemerintahan dan
perkantoran, kawasan pendidikan, kesehatan, dan terminal);
(4)
Rencana
pengembangan jalur pejalan kaki ditepi jalan utama di arahkan memiliki lebar 1,5 - 3 meter berupa
paving block dan Jalur
pejalan kaki di depan bangunan ruko dan pertokoan di
arahkan memiliki lebar 1 - 2 meter
berupa paving block;
(5)
Peta
Rencana Pengembangan
Jalur Pejalan Kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran – 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf VII
Rencana Pengembangan Jalur Sepeda
Pasal
32
(1)
Rencana
pengembangan jalur sepeda di padukan dengan rencana pengembangan jalur pejalan
kaki di kawasan pusat kota yaitu mulai dari Jalan Siliwangi – Jalan Siti Jenab
– Jalan Dr. Muwardi – Jalan Prof Moch Yamin – Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan
Abdullah Bin Nuh – Jalan Ir. H. Juanda – Jalan Oto Iskandar Dinata II;
(2)
Rencana pengembangan
jalur sepeda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran – 9 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf VIII
Rencana Pengembangan Sarana Pelengkap
Jalan
Pasal
33
(1)
Rencana
sarana pelengkap jalan, meliputi rambu lalu lintas, lampu lalu lintas
dan marka jalan;
(2)
Rencana
sarana pelengkap jalan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1)
diarahkan di persimpangan-persimpangan jalan, pusat-pusat kegiatan dan
daerah-daerah yang banyak gangguan lalu lintas, yaitu berupa larangan berhenti
(parkir), penunjuk arah, dan lain-lain;
(3) Rencana sarana pelengkap jalan berupa
lampu lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan di persimpangan jalan
yaitu di persimpangan Jalan Ir. H. Juanda – Jalan Dr. Muwardi – Jl. Abdullah
Bin Nuh (Selakopi), persimpangan Jalan Dr. Muwardi – Jalan Arif Rahman
Hakim (Muka), persimpangan Jalan Siliwangi – Jalan Perintis Kemerdekaan (Pasirhayam),
persimpangan Jalan Perintis Kemerdekaan – Jalan Abdullah Bin Nuh (Rancagoong),
persimpangan Jalan Abdullah Bin Nuh – Jalan P. Hidayatulloh (Limbangansari),
persimpangan Jalan Abdullah Bin Nuh – Jalan Gatot Mangkupraja (Nagrak), dan
persimpangan Jalan Raya Bandung – Jalan Pramuka – Jalan Lingkar Timur (Rawabango);
(4) Rencana Marka Jalan di arahkan pada
jalan-jalan pembentuk struktur ruang perkotaan seperti Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Dr.
Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch.
Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah
Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria
Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti
Jenab, dan Jalan Suroso;
Bagian Ketujuh
Rencana Sistem Utilitas
Paragraf I
Rencana Sistem Jaringan Listrik/Energy
Pasal 34
(1) Rencana
sistem jaringan listrik/energy di Kawasan Perkotaan Cianjur dilakukan dengan :
a.
Sistem jaringan listrik dikembangkan dengan memperhatikan aspek
terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan energi listrik;
b.
Pengembangan
jaringan listrik di arahkan pada lokasi-lokasi pengembangan kegiatan/zona peruntukan baru, melalui
penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti jaringan listrik yang sudah
ada;
c.
Membangun
jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor sistem jaringan Jalan yang
terhirarki sesuai dengan klasifikasi Jalan serta mengarahkan pengembangan
infrastruktur kelistrikan sesuai dengan pola pengembangan ruang aktifitas
perkotaan;
d.
Pola
jaringan kabel listrik direncanakan mengikuti
pola jaringan Jalan yang ada kecuali untuk jaringan tegangan tinggi
dapat melintasi daerah tertentu. Sementara untuk jaringan kabel listrik
tegangan menengah dan rendah direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan
pipa air bersih di bawah tanah;
e.
Jaringan
kabel tegangan tinggi (SUTET dan SUTT) hendaknya diatur pengamanannya terhadap
lingkungan yaitu 25 (dua puluh lima) meter kesamping dan disisi jaringan
tersebut harus bebas bangunan, dijadikan jalur hijau tanpa bangunan;
f.
Menyiapkan
dan mengembangkan sumber listrik dan jaringan listrik pra bayar;
(1)
Peta rencana pengembangan
jaringan energi listrik di
Kawasan Perkotaan Cidaun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam lampiran
– 10 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf II
Rencana Sistem Jaringan
Telekomunikasi
Pasal 35
(1)
Rencana sistem jaringan telekomunikasi dilakukan melalui pemenuhan
terhadap jaringan telephon, menara telekomunikasi dan internet atau jaringan
nirkabel;
(2)
Pengembangan jaringan telephon direncanakan melalui :
a.
Pengembangan Sentral Telepon Otomat (STO);
b.
Pembangunan jaringan telekomunikasi mengikuti jaringan jalan utama
dan berhirarki sesuai dengan klasifikasi jalan dengan cakupan pelayanan
keseluruh pusat pelayanan dan wilayah
pengembangan;
c.
Pengembangan jaringan instalasi telekomunikasi dilakukan dibawah
tanah dengan mengikuti pola jaringan jalan sisi jalan dan tidak satu lajur
dengan jaringan pipa air bersih ataupun dengan jaringan kabel listrik;
d.
Kabel primer ataupun kabel sekunder bawah tanah diwajibkan ditempatkan
dalam satu box utilitas telepon khusus.
(3)
Rencana pengembangan menara telekomunikasi direncanakan melalui :
a.
Pelarangan terhadap pembangunan tower baru terutama di kawasan
perumahan padat, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta
fasilitas sosial;
b.
Tower yang telah berdiri di di kawasan permukiman padat, kawasan
perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta fasilitas sosial apabila
masa sewa tanah dengan pemilik tanahnya telah habis, tidak diperkenankan untuk diperpanjang
pemakaiannya;
c.
Pemanfaatan bangunan tower yang telah ada untuk digunakan sebagai
tower bersama dengan cara :
1.
Menara milik provider/operator
lain yang apabila secara teknis memungkinkan dapat dimanfaatkan secara bersama;
2.
Menara pengembangan pemanfaatan bersama yang telah ada, apabila
secara teknis memungkinkan dapat ditambah beban;
(4)
Peningkatan prasarana internet dilakukan melalui pemanfaatan
titik-titik akses internet di pusat-pusat kegiatan seperti perkantoran,
pendidikan, perdagangan, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial;
(5)
Peta rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam lampiran – 11 yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf III
Rencana Sistem Jaringan Air
Minum
Pasal 36
(1)
Rencana Penyediaan Air Bersih di Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi :
a.
Rencana
penyediaan Air Bersih Sistem Perpipaan;
b.
Rencana
penyediaan Air Bersih Sistem Non Perpipaan.
(2)
Rencana penyediaan Air Bersih Sistem Perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, meliputi :
a.
Sesuai
dengan target pelayanan air bersih sebesar 80 % (delapan puluh persen) maka perlu adanya penambahan kapasitas sumber air baku Cigombong
dan Ciherang;
b. Membangun jaringan transmisi dan jaringan pipa
distribusi melalui
jaringan pipa primer dan jaringan pipa sekunder dan jaringan pipa tersier yang
merupakan jaringan perpipaan/saluran yang langsung ke konsumen atau ke rumah;
c. Pola
pengembangan jaringan distribusi air bersih
diarahkan sesuai dengan pola kemiringan lahan, sehingga untuk memperkuat
aliran air bersih diperlukan instalasi penguat aliran air bersih transmisi dan
distribusi;
d.
Pengembangan
jaringan distribusi air bersih
diprioritaskan pada penyediaan
jaringan distribusi air bersih bagi kawasan komersil, fasilitas umum dan
pengembangan di arahkan pada
lokasi-lokasi yang belum terlayani serta pada zona kegiatan baru yang akan di
kembangkan di seluruh kawasan
perkotaan;
e.
Membangun dan mengembangkan jaringan distribusi air
bersih dengan mengikuti koridor sistem jaringan Jalan yang berhirarki sesuai dengan klasifikasi jalan
dan mengarahkan pengembangan jaringan distribusi pipa air bersih disisi kiri jalan serta di
arahkan di bawah tanah;
f.
Pembangunan
Hidran Umum (HU) direkomendasikan pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang
cukup tinggi dan juga di arahkan pada zona perumahan yang terpencar;
(3)
Rencana penyediaan air bersih sistem non perpipaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi
a. Penyediaan air bersih secara komunal melalui
pembangunan Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS) dengan sumber air baku berasal
dari air permukaan dan air tanah;
b. Penyediaan air bersih secara individual
melalui pembangunan sumur-sumur dangkal yang memenuhi persyaratan teknis maupun
hygienis;
(4) Penyuluhan
kepada masyarakat pemakai tentang penggunaan air tanah yang baik serta usaha
melestarikan sumber air permukaan dan air tanah dengan peningkatan fungsi
lindung terhadap tanah dan pembuatan sumur-sumur resapan;
(5) Peta
rencana penyediaan air bersih di Kawasan
Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam lampiran
– 12 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini
Paragraf IV
Rencana Sistem Pengelolaan Air
Limbah
Pasal 37
(1)
Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah
di Kawasan Perkotaan Cianjur,
meliputi:
a. Rencana penangan dan pengolahan
limbah domestik;
b. Rencana penangan dan pengolahan
limbah non domestik;
(2) Rencana
penanganan dan pengelolaan air limbah domestik sebagaimana di maksud ayat (1)
huruf a meliputi:
a.
Rencana penanganan
limbah domestik di arahkan pada penggunaan tangki septik tank
konvensional baik secara individual maupun secara komunal;
b. Penggunaan septictank konvensional
diarahkan kepada penggunaan septic tank biofil;
(3)
Rencana penanganan dan pengelolaan air
limbah non domestik sebagaimana di maksud ayat (1) huruf b yaitu pengolahan limbah untuk kegiatan rumah
sakit, sarana umum, komersial, dan pemerintahan yang
di arahkan untuk memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tersendiri
sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan;
(4) Peta
Rencana Pengolahan Air Limbah di Kawasan
Perkotaan Cidaun sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam lampiran
– 13 yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf V
Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan
Pasal 38
(1) Pengelolaan sampah baik
sampah organik maupun sampah anorganik
dilakukan secara off – site,
yaitu pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah dan pengangkutan
sampah untuk kemudian di buang di TPAS Pasirsembung;
(2) Pengembangan pengelolaan
persampahan dengan sistem 3 R (Re-duse,
Re-use, Re-cycle);
(3) Sampah yang berasal dari
Rumah Sakit harus diolah terlebih dahulu dengan incinerator sebelum dibuang ke TPAS:
(4) Optimalisasi pemanfaatan
TPAS Sampah Pasirsembung dilakukan secara
sebelum TPA Mekarsari Cikalongkulon dapat dioperasionalkan;
(5) Meningkatkan jangkauan
pelayanan persampahan ke seluruh kawasan perkotaan melalui penambahan armada
pengangkutan sampah serta penambahan sarana dan prasarana persampahan di setiap
desa/kelurahan;
(6) Tempat pembuangan sampah
sementara (TPSS) untuk kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan dan kawasan
perumahan padat menggunakan container
atau transfer dipo sedangkan untuk
permukiman sedang dan rendah menggunakan TPSS permanen yang ditempatkan di
lokasi yang mudah di jangkau;
(7) Melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga dalam pengelolaan persampahan dengan prinsip saling
menguntungkan;
(8) Rencana pengelolaan persampahan
sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran – 14 yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf VI
Rencana Sistem Drainase
Pasal 39
(1) Rencana sistem drainase
di Kawasan Perkotaan Cianjur dilakukan melalui :
a. Pemeliharaan saluran-saluran
yang mengalami penyumbatan baik oleh sampah maupun endapan sedimentasi dan sering terjadi banjir di musim penghujan,
seperti di persimpanan Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Oto Iskandar Dinata II
(Selakopi), Jalan Oto Iskandar Dinata I, Perempatan Harimat, Jalan Rumah Sakit, dan Jalan Aria
Wiratanudatar (Muka), dan semua saluran tersier yang berada di kawasan
permukiman;
b.
Rehabilitasi saluran dilakukan dengan melakukan pelebaran saluran
seperti di Jalan Mesjid Agung,
Jalan Rumah Sakit, Jalan Abdullah Bin Nuh (depan BLK), dan pertigaan Jalan
Barisan Banteng - Jalan Arif Rahman
Hakim (Pasarsuuk);
c.
Penambahan saluran baru terutama di sepanjang Jalan P.
Hidayatulloh, Jalan Siliwangi (mulai pertigaan Jalan Aria Cikondang sampai
Cikaret), dan Jalan Perintis Kemerdekaan, dan sepanjang jalan lingkungan di
kawasan permukiman;
(2)
Pembangunan saluran drainase dilakukan secara terpadu dengan
pembangunan jalan dengan memperhatikan kondisi kemiringan lahan dan catchment area;
(3)
Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum
dalam lampiran – 15 yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf VII
Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 40
(1)
Rencana
Pengembangan jalur evakuasi bencana di Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi:
a.
Rencana pengembangan jalur evakuasi;
b.
Rencana
melting point (titik pertemuan).
(6) Jalur evakuasi bencana harus dapat di
akses dengan mudah sehingga jalur evakuasi akan di arahkan pada jalan-jalan
utama pembentuk struktur ruang kawasan perkotaan yang meliputi jalan Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Dr.
Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch.
Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah
Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan
Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso;
(2) Rencana melting point (titik pertemuan) untuk evakuasi bencana akan di
arahkan pada zona sarana umum seperti bangunan sekolah, bangunan pemerintahan,
bangunan serbaguna, lapangan olah raga, gedung olahraga dan ruang terbuka hijau;
(3)
Arahan melting point
(titik pertemuan) harus dapat diakses
dengan mudah oleh seluruh kawasan atau blok;
(4)
Peta
Rencana jalur evakuasi bencana di Kawasan
Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran
– 16 yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf VIII
Rencana Sistem Penanggulangan
Kebakaran
Pasal 41
(1)
Rencana
sistem pemadam kebakaran yang akan di kembangkan di Kawasan
Perkotaan Cianjur
meliputi:
a. Pos pemadam kebakaran akan di arahkan
di sub pusat pelayanan kawasan yaitu di Sub BWP E Desa Sirnagalih;
b. Rencana pengembangan sistem pemadam kebakaran
di arahkan pada kawasan-kawasan yang memiliki fungsi strategis dengan
intensitas tinggi seperti pusat
pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan umum dan perumahan dengan
pembangun hidran-hidran kebakaran;
c. Penyadaran kepada masyarakat dalam
menjaga bahaya kebakaran serta upaya-upaya penanggulangan bahaya kebakaran;
(2)
Peta
rencana pembangunan sistem penanggulangan kebakaran di Kawasan Perkotaan
Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilihat dalam lampiran
– 17 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedelapan
Penetapan Sub Bagian Wilayah Perkotaan (Sub BWP)
Yang Diprioritaskan Penanganannya
Pasal 42
(1)
Sub Bagian Wilayah Perkotaan (Sub BWP) yang diprioritaskan penanganannya
adalah Sub BWP A yang merupakan pusat utama Kawasan Perkotaan Cianjur yang
perlu penanganan khusus sehubungan dengan
nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan daya
dukung lingkungan hidup;
(2)
Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Kelurahan
Pamoyanan, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Solokpandan, sebagian
Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, dan sebagian Kelurahan
Bojongherang;
(3)
Batas-batas Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri :
Sebelah Utara
|
:
|
S. Cibalu
|
Sebelah Barat
|
:
|
Jalan Abdullah Bin Nuh,
Jalan Dr. Muwardi (Panembong) dan
Batas Desa Mekarsari dan Kelurahan Bojongherang
|
Sebelah Selatan
|
:
|
Rencana jalan
horizontal Arteri Sekunder yang menghubungkan Jalan Perintis Kemerdekaan
dengan Jalan Abdullah Bin Nuh
|
Sebelah Timur
|
:
|
Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Aria
Wiratanudatar dan S. Cibalu.
|
(4)
Tema penanganan Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a.
Penataan/perbaikan/revitalasi lingkungan padat melalui Program
Penataan Lingkungan Berbasis Kawasan (P2LBK);
b. Relokasi Pasar Induk Cianjur dan PKL
sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Suroso, Jalan Moch
Ali dan Pasar Bojongmeron ke Pasar
Pasirhayam;
c.
Penataan lingkungan pusat pemerintahan (pendopo).
(5)
Sub Bagian Wilayah Perkotaan (Sub BWP) yang diprioritaskan
penanganannya sebagaiman dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran – 18 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian
Kedelapan
Ketentuan
Pemanfaatan Ruang
Pasal
43
(6)
Dalam rangka mewujudkan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan
Cianjur disusun rencana indikasi program yang merupakan acuan semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan swasta dalam
pemrograman investasi pengembangan Kawasan Perkotaan Cianjur;
(7)
Rencana indikasi program sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan
dalam jangka 20 (dua puluh) tahun semenjak ditetapkan dalam Peraturan Daerah
ini dan dibagi tiap 5 (lima) tahunan sesuai dengan prioritas pengembangan yang
ditentukan berdasarkan kondisi wilayah perencanaan;
(8)
Tabel rencana indikasi program sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam lampiran – 19 yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kesembilan
Paragraf I
Peraturan Zonasi
Pasal 44
(1)
Peraturan zonasi merupakan perangkat operasional pengendalian
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan
ruang;
(2)
Peraturan zonasi sesuai rencana rinci tata ruang sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
a.
Ketentuan peraturan zonasi untuk zona lindung;
b.
Ketentuan peraturan zonasi untuk zona budidaya;
(3)
Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat tentang :
a.
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan
b.
Ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang
c.
Ketentuan tata bangunan;
d.
Ketentuan sarana dan prasarana minimal
e.
Ketentuan pelaksanaan
f.
Ketentuan pengaturan zonasi
Paragraf II
Klasifikasi Zona
Pasal 45
(1)
Klasifikasi
zonasi di Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(2) meliputi :
a.
Zona
lindung terbagi dalam beberapa zona, yaitu :
1.
Zona
hutan lindung dengan kode HL;
2.
Zona
perlindungan terhadap kawasan bawahannya dengan kode PB;
3.
Zona
perlindungan setempat dengan kode PS;
4.
Zona
rawan bencana dengan kode RB;
5.
Zona
ruang terbuka hijau dengan kode RTH;
b.
Zona
budidaya terbagi dalam beberapa zona, yaitu :
1.
Zona
perumahan dengan kode R;
2.
Zona
perdagangan dan jasa dengan kode K;
3.
Zona
perkantoran dengan kode KT;
4.
Zona
sarana pelayanan umum dengan kode SPU;
5.
Zona
industri dengan kode I;
6.
Zona
peruntukan campuran dengan kode C;
7.
Zona
ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH;
8.
Zona
peruntukan khusus dengan kode KH;
9.
Zona
peruntukan lainnya dengan kode PL.
(2)
Zona
lindung sebagaimana ayat (1) hurup a terbagi kedalam beberapa sub zona, antara
lain :
a.
Zona
hutan lindung dengan kode HL;
b.
Zona
perlindungan terhadap kawasan bawahannya dengan kode PB;
c.
Zona
perlindungan setempat dengan kode PS terbagai kedalam sub zona sempadan sungai
dengan kode PS-1 dan sub zona sempadan real KA dengan kode PS-2;
d.
Zona
rawan bencana dengan kode RB terbagi dalam sub zona rawan bencana kebakaran dengan kode RB-1 dan sib zona rawan
bencana banjir dengan kode RB-2;
e.
Zona
ruang terbuka hijau dengan kode RTH terbagi dalam sub zona hutan kota dengan
kode RTH-1, sub zona taman kota dengan kode RTH-2 dan sub zona pemakaman dengan
kode RTH-3;
f.
Zona
ruang terbuka non hijau dengan kode RTNH;
g.
Zona
peruntukan lainnya dengan kode PL;
(3)
Zona
budidaya sebagaimana ayat (1) hurup b terbagi kedalam beberapa sub zona, yaitu
:
a.
Zona
perumahan dengan kode R terbagi dalam sub zona perumahan kepadatan tinggi
dengan kode R-1, sub zona perumahan kepadatan sedang dengan kode R-2, sub zona perumahan kepadatan rendah
dengan kode R-3, dan sub zona perumahan kepadatan sangat rendah dengan kode R-4;
b.
Zona
perdagangan dan jasa dengan kode K terbagi dalam sub zona pasar tradisional
dengan kode K-1, sub zona pusat perbelanjaan dengan kode K-2, sub zona toko
modern dengan kode K-3; sub zona rumah dan toko dengan kode K-4, sub zona toko
dengan kode K-5; sub zona pergudangan dengan kode K-6, sub zona
hotel/penginapan dengan kode K-7, sub zona restoran/rumah makan dengan kode
K-8, sub zona SPBU/SPBE dengan kode K.9 dan sub zona bank/jasa keuangan dengan
kode K-10;
c.
Zona
perkantoran dengan kode KT terbagai dalam sub zona kantor pemerintahan tingkat
kabupaten dengan kode KT-1, sub zona kantor pemerintahan tingkat kecamatan
dengan kode KT-2, sub zona kantor pemerintahan tingkat desa/kelurahan dengan kode KT-3, dan sub zona kantor swasta dengan kode KT-4;
d.
Zona
sarana pelayanan umum dengan kode SPU terbagi dalam sub zona pendidikan dengan
kode SPU-1, sub zona kesehatan dengan kode SPU-2 dan sub zona peribadatan
dengan kode SPU-3, sub zona olah raga dengan kode SPU-3, dan sub zona social
budaya dengan kode SPU-4;
e.
Zona
industri dengan kode I terbagi dalam sub zona industri kecil dengan kode I-1 dan sub zona aneka industri dengan kode
I-2, sub zona industri dasar dengan kode I-3, dan sub zona industri mesin dan
logam dasar dengan kode I-4;
f.
Zona
transportasi dengan kode TP terbagi dalam sub zona terminal dengan kode TP-1,
sub zona statsiun KA dengan kode TP-2, sub zona pelabuhan laut dengan kode
TP-3, sub zona bandara dengan kode TP-4, dan sub zona dray port dengan kode
TP-5;
g.
Zona peruntukan khusus dengan kode KH terbagi
dalam zub zona pertahanan dan keamanan (KH-1), sub zona TPA/IPAL dengan kode
KH-2, dan sub zona manara BTS/TV/komunikasi lainnya dengan kode KH-3, sub zona
instalasi pengolahan air bersih/reservoir air dengan kode KH-3, dan sub zona
gardu listrik dengan kode KH-5;
h.
Zona
peruntukan lainnya dengan kode PL terbagi dalam sub zona pariwisata dengan kode
PL-1 dan sub zona pertanian dengan kode PL-2, dan sub zona pertambangan dengan
kode PL-3;
i.
Zona
peruntukan campura dengan kode C;
j.
Zona
peruntukan Ruang Terbuka Hijau dengan kode RTNH;
(4)
Tabel klasifikasi zona Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana
dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran
– 20 yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf III
Daftar Kegiatan
Pasal 46
(1)
Daftar kegiatan adalah rincian kegiatan yang ada, mungkin ada,
atau kegiatan yang mempunyai prospektif untuk dikembangkan dalam suatu zona
yang ditetapkan dan direncanakan;
(2)
Tabel daftar kegiatan di kawasan perkotaan Cianjur sebagaimana
dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran
– 21 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf IV
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan
Lahan
Pasal 47
(1) Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan di Kawasan Perkotaan
Cianjur meliputi :
a.
Pemanfaatan diizinkan (I) berarti tidak akan ada peninjauan atau
pembahasan atau tindakan lain terhadap pemanfaatan tersebut;
b.
Pemanfaatan diizinkan secara terbatas (T) berarti pembatasan dilakukan
melalui penentuan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau
peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah yang bersangkutan;
c.
Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat (B) berarti Izin ini sehubungan dengan usaha
menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya (menginternalisasi dampak)
seperti AMDAL, RKL dan RPL, dan lain-lain;
d.
Pemanfaatan yang tidak diijinkan (X) berarti tidak sesuai dengan peruntukan
lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
lingkungan disekitarnya;
(2) Tabel Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran - 22 yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf V
Ketentuan Intensitas
Pemanfaatan Ruang
Pasal 48
(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang merupakan ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan dalam
suatu zona berdasarkan :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
maksimum;
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
maksimum;
c. Ketingian Bangunan maksimum;
d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum;
e. Koefisien Tapak Basement (KTB)
maksimum;
f. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
maksimum;
g. Kepadatan bangunan maksimum;
h. Kepadatan penduduk maksimal.
(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang sebagaimana ayat (1) dirinci untuk setiap blok dan sub blok peruntukan
dengan mempertimbangkan tingkat pengisian/peresapan air kapasitas drainase,
jenis penggunaan lahan dan harga lahan;
(3) Ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang sebagaimana ayat (1) tercantum dalam lampiran
– 23 yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 49
(1) Ketentuan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1) huruf a, adalah ukuran maksimum perbandingan
antara luas dasar bangunan dengan luas persil tanah;
(2) Ketentuan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) maksimum, meliputi :
a. Zona perumahan kepadatan sangat
tinggi (R.1) dan perumahan kepadatan tinggi (R.2) KDB maksimum 80 % (delapan
puluh persen), perumahan kepadatan sedang (R.3) KDB maksimum 60 % (enam puluh
persen), perumahan kepadatan rendah (R.4) dan perumahan kepadatan sangat rendah
(R.5) KDB maksimum 50 % (lima puluh persen);
b. Zona perdagangan dan jasa pasar
tradisional (K.1), pusat perbelanjaan (K.2) dan gudang (K.6) KDB maksimum 70 % (tujuh puluh persen), toko
modern (K.3), ruko/rukan (K.4), toko (K.5), hotel/penginapan (K.7), rumah makan
(K.8) dan bank/jasa keuangan (K.10) KDB maksimum 60 % (enam puluh persen);
c. Zona industri kecil (I.1) dan aneka
industri (I.2) KDB maksimum 50 % (lima puluh persen);
d. Zona Sarana umum pendidikan (SPU.1)
KDB maksimum 60 % (enam puluh persen), kesehatan (SPU.2) KDB maksimum 60 %
(enam puluh persen), peribadatan (SPU.3) KDB maksimum 60 % (enam puluh persen),
olah raga (SPU.4) dan sosial budaya (SPU.5) KDB
maksimum 50 % (lima puluh persen);
e. Zona pemerintahan (KT), pertahanan
dan keamaman (KH.1), TPA/IPAL (KH,2), manara BTS/TV/komunikasi lainnya (KH.3),
instalasi pengolahan air (KH.4), dan gardu listrik (KH.5) KDB maksimum 50 % (lima puluh persen);
f. Zona transportasi terminal type C (TP.1)
KDB maksimum 50 % (lima puluh persen), Statsiun
KA (TP.2) KDB maksimum 50 % (lima puluh
persen);
g. Zona Pariwisata (PL.1) KDB maksimum
40 % (empat puluh persen), pertanian (PL.2) KDB maksimum 20 % (dua puluh persen) dan pertambangan (PL.3) KDB
maksimum 20 % (dua puluh persen);
h. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) KDB maksimum
5 % (lima persen);
i. Zona perlindungan terhadap daerah
bawahannya (PB) dan zona perlindungan setempat (PS) KDB maksimum 2 % (dua
persen).
Pasal
450
(1) Ketentuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1) huruf b adalah ukuran maksimum luas
total seluruh bangunan terhadap luas lantai bangunan;
(2) Ketentuan Koefisien Lantai Bangunan
(KLB) maksimum, meliputi :
a. Zona perumahan kepadatan tinggi (R.1)
dan perumahan kepadaan tinggi (R.2) KLB maksimum 3 (tiga), perumahan kepadatan
sedang (R.3) KLB maksimum 1,8 (satu koma delapan), dan perumahan kepadatan
rendah (R.4), perumahan kepadatan sangat rendah (R.5) KLB maksimum 1,5 (satu
koma lima);
b. Zona perdagangan dan jasa pasar
tradisional (K.1), pusat perbelanjaan (K.2) dan gudang (K.6) KLB maksimum 3 (tiga), toko modern (K.3),
ruko/rukan (K.4), toko (K.5), hotel/penginapan (K.7), rumah makan (K.8) dan
bank/jasa keuangan (K.10) KLB maksimum 2 (dua);
c. Zona industri kecil (I.1) dan aneka
industri (I.2) KLB maksimum 1,8 (satu koma delapan);
d. Zona Sarana umum pendidikan (SPU.1) KLB
maksimum 1,8 (satu koma delapan), kesehatan (SPU.2) KLB maksimum 1,8 (satu koma
delapan), peribadatan (SPU.3) KLB maksimum 1,5 (satu koma lima), olah raga
(SPU.4) dan sosial budaya (SPU.5) KLB
maksimum 1,8 (satu koma delapan);
e. Zona pemerintahan (KT), pertahanan
dan keamaman (KH.1), TPA/IPAL (KH,2), manara BTS/TV/komunikasi lainnya (KH.3),
instalasi pengolahan air (KH.4), dan gardu listrik (KH.5) KLB maksimum 1,5 (satu koma lima);
f. Zona transportasi terminal type C
(TP.1) KLB maksimum 1,8 (satu koma delapan),
Statsiun KA (TP.2) KLB maksimum 1,5
(satu koma lima);
g. Zona Pariwisata (PL.1) KLB maksimum
2 (dua), pertanian (PL.2) KLB maksimum 1,5 (satu koma lima) dan pertambangan
(PL.3) KLB maksimum 1,5 (satu koma lima);
h. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) KLB
maksimum 1 (satu);
i. Zona perlindungan terhadap daerah
bawahannya (PB) dan zona perlindungan setempat (PS) KLB maksimum 1 (satu).
Pasal
51
(1)
Ketentuan
Ketinggian bangunan (KB) maksimum sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1) huruf
c adalah ukuran maksimum jumlah lantai suatu bangunan yang dihitung dari lantai
dasar sampai lantai tertinggi;
(2) Ketentuan Ketinggian bangunan (KB)
maksimum, meliputi :
a. Zona perumahan kepadatan tinggi (R.1)
dan perumahan kepadaan tinggi (R.2) KB maksimum 4 (empat) lantai, perumahan
kepadatan sedang (R.3) KB maksimum 3 (tiga) lantai, dan perumahan kepadatan
rendah (R.4), perumahan kepadatan sangat rendah (R.5) KB maksimum 2 (dua lantai;
b. Zona perdagangan dan jasa pusat
perbelanjaan (K.2), toko modern (K.3), hotel/penginapan (K.7) dan bank/jasa
keuangan (K.10) KB maksimum 8 (delapan lantai., pasar tradisional (K.1), gudang
(K.6), rukan/ruko (K.4) dan toko (K.5)
KB maksimum 4 (empat) lantai;
c.
Zona
industri kecil (I.1) dan aneka industri (I.2) KB maksimum 3 lantai;
d. Zona Sarana umum pendidikan (SPU.1) KB
maksimum 4 (empat) lantai., kesehatan (SPU.2) KB maksimum 8 (delapan) lantai,
peribadatan (SPU.3) KB maksimum 3 (tiga) lantai, olah raga (SPU.4) dan sosial
budaya (SPU.5) KLB maksimum 2 lantai
(dua);
e. Zona pemerintahan (KT), pertahanan
dan keamaman (KH.1) KB maksimum 4 (empat) lantai., TPA/IPAL (KH,2), instalasi
pengolahan air (KH.4), dan gardu listrik (KH.5) KB maksimum 2 lantai., manara
BTS/TV/komunikasi lainnya KB maksimum 70 (tujuh puluh) meter;
f.
Zona
transportasi terminal type C (TP.1) dan
Statsiun KA (TP.2) KB maksimum 3
(tiga) lantai;
g. Zona Pariwisata (PL.1) KB maksimum 4
(empat) lantai.,pertanian (PL.2) dan pertambangan (PL.3) KB maksimum 2 (dua) lantai;
h. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) KB
maksimum 1 (satu) lantai;
i.
Zona
perlindungan terhadap daerah bawahannya (PB) dan zona perlindungan setempat (PS)
KB maksimum 1 (satu) lantai.
Pasal
52
(1)
Ketentuan
Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1)
huruf d adalah ukuran minimum luas daerah hijau yang harus disediakan dalam
suatu persil bangunan;
(2)
Ketentuan
Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum, meliputi :
a. Zona perumahan kepadatan sangat
tinggi (R.1) dan perumahan kepadatan tinggi (R.2) KDH maksimum 20 % (dua puluh
persen), perumahan kepadatan sedang (R.3) KDH maksimum 40 % (empat puluh
persen), perumahan kepadatan rendah (R.4) dan perumahan kepadatan sangat rendah
(R.5) KDH maksimum 50 % (lima puluh persen);
b. Zona perdagangan dan jasa pasar tradisional
(K.1), pusat perbelanjaan (K.2) dan gudang (K.6) KDH maksimum 30 % (tiga puluh persen), toko
modern (K.3), ruko/rukan (K.4), toko (K.5), hotel/penginapan (K.7), rumah makan
(K.8) dan bank/jasa keuangan (K.10) KDH maksimum 40 % (empat puluh persen);
c. Zona industri kecil (I.1) dan aneka
industri (I.2) KDH maksimum 50 % (lima puluh persen);
d. Zona Sarana umum pendidikan (SPU.1) KDH
maksimum 40 % (empat puluh persen), kesehatan (SPU.2) KDH maksimum 40 % (empat
puluh persen), peribadatan (SPU.3) KDH maksimum 40 % (empat puluh persen), olah
raga (SPU.4) dan sosial budaya (SPU.5) KDH
maksimum 50 % (lima puluh persen);
e. Zona pemerintahan (KT), pertahanan
dan keamaman (KH.1), TPA/IPAL (KH,2), manara BTS/TV/komunikasi lainnya (KH.3),
instalasi pengolahan air (KH.4), dan gardu listrik (KH.5) KDH maksimum 50 % (lima puluh persen);
f. Zona transportasi terminal type C
(TP.1) KDH maksimum 50 % (lima puluh persen),
Statsiun KA (TP.2) KDH maksimum
50 % (lima puluh persen);
g. Zona Pariwisata (PL.1) KDH maksimum 60 % (enam puluh pesen), pertanian
(PL.2) KDH maksimum 80 % (delapan puluh persen) dan pertambangan (PL.3) KDH
maksimum 80 % (delapan puluh persen);
h. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) KDH
maksimum 95 % (Sembilan puluh lima persen);
i. Zona perlindungan terhadap daerah
bawahannya (PB) dan zona perlindungan setempat (PS) KDH maksimum 98 % (Sembilan
puluh delapan persen).
Pasal 53
(1) Ketentian Koefisien Tapak Basemen
(KTB) maksimum sebagaimana dimaksud pasal 47 huruf e, adalah ukuran maksimum
dasar bangunan yang diperbolehkan dalam suatu persil bangunan;
(2)
Ketentuan
Koefisien Tapak Basemen (KTB) maksimum, meliputi :
a. Zona
perumahan kepadatan sangat tinggi (R.1) dan perumahan kepadatan tinggi (R.2) KTB
maksimum 80 % (delapan puluh
persen),
perumahan kepadatan sedang (R.3) KTB maksimum 60
% (enam puluh persen), perumahan
kepadatan rendah (R.4) dan perumahan kepadatan sangat rendah (R.5) KTB
maksimum 50 % (lima puluh persen);
b. Zona perdagangan dan jasa pasar
tradisional (K.1), pusat perbelanjaan (K.2) dan gudang (K.6) KTB maksimum 70 % (tujuh puluh persen), toko
modern (K.3), ruko/rukan (K.4), toko (K.5), hotel/penginapan (K.7), rumah makan
(K.8) dan bank/jasa keuangan (K.10) KTB maksimum 60 % (enam puluh persen);
c.
Zona
industri kecil (I.1) dan aneka industri (I.2) KTB maksimum 50 % (lima puluh
persen);
d. Zona Sarana umum pendidikan (SPU.1) KTB
maksimum 60 % (enam puluh persen), kesehatan (SPU.2) KTB maksimum 60 % (enam
puluh persen), peribadatan (SPU.3) KTB maksimum 60 % (enam puluh persen), olah
raga (SPU.4) dan sosial budaya (SPU.5) KTB
maksimum 50 % (lima puluh persen);
e. Zona pemerintahan (KT), pertahanan
dan keamaman (KH.1), TPA/IPAL (KH,2), manara BTS/TV/komunikasi lainnya (KH.3),
instalasi pengolahan air (KH.4), dan gardu listrik (KH.5) KTB maksimum 50 % (lima puluh persen);
f.
Zona
transportasi terminal type C (TP.1) KDH maksimum 50 % (lima puluh persen), Statsiun KA (TP.2) KTB maksimum 50 % (lima puluh persen);
g. Zona Pariwisata (PL.1) KTB maksimum 40 % (empat puluh persen), pertanian
(PL.2) KDH maksimum 20 % (dua puluh persen) dan pertambangan (PL.3) KTB
maksimum 20 % (dua puluh persen) ;
h. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) KTB
maksimum 5 % (lima persen);
i.
Zona
perlindungan terhadap daerah bawahannya (PB) dan zona perlindungan setempat (PS)
KTB maksimum 2 % (dua persen).
Pasal
54
(1)
Ketentuan
Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat
(1) huruf f adalah ukuran maksimum
perbandingan antara daerah terbangun dengan luas blok peruntukan;
(2) Ketentuan Koefisien Wilayah Terbangun
(KWT) maksimum, meliputi :
a. Koefisien Wilayah
Terbangunan (KWT) maksimum 80 % (delapan puluh
persen) di sub blok A.1.1, A.1.2, A.1.3, A.1.4, A.2.2, A.2.3, A.2.4, D.1.5, dan D.1.6;
b. Koefisien
Wilayah Terbangun (KWT) maksimum 60 % (enam
puluh persen) di sub blok A.2.1, A.2.3, B.2.1, B.2.2,
B.2.3, B.2.4, B.2.5, D.1.3, D.2.3,
E.1.3, E.2.1, dan E.2.2;
c.
Koefisien
Wilayah Terbangunan (KWT) maksimum 50 % (lima puluh persen) di sub blok B.1.1,
B.1.2, B.1.6, C.1.1, C.1.2, C.1.6,
D.1.1, D.1.2, D.1.4, E.2.3, dan E.2.4;
d. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
maksimum 40 % (empat puluh persen) di sub blok B.1.4, B.1.5, B. 1.3, D.1.2, D.2.2, D. 2.4, D.3.1, D.3.2,
D.3.3, D.3.4, D.2.5, dan D.3.6.
Pasal
55
(1)
Ketentuan
kepadatan bangunan maksimum sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (1) huruf g,
adalah ukuran maksimum perbandingan antara jumlah bangunan yang diperkenankan
dengan luas blok peruntukan;
(2)
Ketentuan
kepadatan bangunan maksimum, meliputi :
a. Kepadatan bangunan maksimum 200 (dua
ratus) unit/hektar di sub blok A.1.1, A.1.2,
A.1.3, A.1.4, A.2.2, A.2.3, A.2.4, D.1.5, dan D.1.6;
b. Kepadatan bangunan maksimum 150 (seratus
lima puluh) unit/hektar di sub blok A.2.1, A.2.3, B.2.1, B.2.2, B.2.3, B.2.4,
B.2.5, D.1.3, D.2.3, E.1.3, E.2.1, dan E.2.2;
c.
Kepadatan
bangunan maksimum 100 (seratus) unit/hektar di sub blok B.1.1, B.1.2, B.1.6,
C.1.1, C.1.2, C.1.6, D.1.1, D.1.2,
D.1.4, E.2.3, dan E.2.4;
d. Kepadatan bangunan maksimum 80 (delapan
puluh) unit/hektar di sub blok B.1.4, B.1.5,
B. 1.3, D.1.2, D.2.2, D. 2.4, D.3.1, D.3.2, D.3.3, D.3.4, D.2.5, dan
D.3.6.
Pasal
56
(1)
Ketentuan
kepadatan penduduk maksimum sebagimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf g,
adalah ukuran maksimum perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas blok peruntukan;
(2)
Ketentuan
kepadatan penduduk maksimum, meliputi :
a.
Kepadatan
penduduk maksimal 1.000 (seribu) jiwa/hektar di sub blok A.1.1, A.1.2, A.1.3, A.1.4, A.2.2, A.2.3, A.2.4, D.1.5, dan D.1.6;
b.
Kepadatan
penduduk maksimal 750 (tujuh ratus lima puluh) jiwa/hektar di sub blok A.2.1,
A.2.3, B.2.1, B.2.2, B.2.3, B.2.4, B.2.5,
D.1.3, D.2.3, E.1.3, E.2.1, dan
E.2.2;
c.
Kepadatan
penduduk maksimal 500 (lima ratus) jiwa/hektar di sub blok B.1.1, B.1.2, B.1.6,
C.1.1, C.1.2, C.1.6, D.1.1, D.1.2,
D.1.4, E.2.3, dan E.2.4;
d.
Kepadatan
penduduk maksimal 400 (empat ratus) jiwa/hektar di sub blok B.1.4, B.1.5, B. 1.3, D.1.2, D.2.2, D. 2.4, D.3.1, D.3.2,
D.3.3, D.3.4, D.2.5, dan D.3.6.
Paragraf IV
Ketentuan Tata Bangunan
Pasal 57
(1) Ketentuan tata bangunan adalah pengaturan
mengenai bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu
persil/tapak yang dikuasai;
(2) Bentuk, besaran, pelatakan dan
tampilan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup arahan
pengaturan garis sempadan pagar dan garis sempadan bangunan, garis sempadan
sungai, garis sempadan irigasi, garis sempadan SUTT/SUTET, dan garis sempadan jalan kereta api.
(3) Ketentuan
tata bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran – 24 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal
58
(1) Ketentuan
Garis Sempadan Pagar (GSP) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditentukan
berdasarkan lebar dan fungsi jalan serta
fungsi bangunan menurut zona;
(2) Lebar dan
fungsi jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a.
Garis
Sempadan Muka Bangunan dan Sempadan Samping Bangunan yang menghadap jalan
ditetapkan ½ + 1 (setengah tambah satu) meter dari
lebar Daerah Milik Jalan (DAMIJA) atau 1/4 (satu per emat) meter dari Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA);
b.
Garis
Sempadan Samping Bangunan berjarak minimal 1,5 (satu koma lima) meter dari dinding bangunan;
c. Garis Sempadan Belakang rumah berjarak minimal 2 (dua) meter dari dinding.
(3) Fungsi bangunan dan ketentuan Garis Sempadan Pagar
(GSP) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) menurut zona peruntukan sebagaimana
dimaksud ayat (1) adalah :
a. Zona Perumahan (R) :
1. Jalan
Arteri Primer dengan lebar jalan ≥ 8 (delapan) meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh
lima) meter;
2. Jalan
Jalan Arteri Sekunder dengan lebar jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP 20 (dua puluh)
meter dan GSB 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan
Kolektor Primer dengan lebar jalan dengan lebara jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP
15 (lima belas) meter dan GSB 20 (dua puluh) meter;
4. Jalan
Lokal Primer dengan lebar jalan ≥ 6 (enam) meter, GSP 10 (sepuluh) meter dan
GSB 14 (empat belas) meter;
5. Jalan
Lokal Sekinder dengan lebar jalan ≥ 5 (lima) meter, GSP 4 (empat) meter dan GSB
8 (delapan) meter.
b. Zona Perdagangan
dan Jasa (K) :
1. Jalan
Arteri Primer dengan lebar jalan ≥ 8 (delapan) meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh
lima) meter;
2. Jalan
Jalan Arteri Sekunder dengan lebar jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP 20 (dua puluh)
meter dan GSB 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan
Kolektor Primer dengan lebar jalan dengan lebara jalan ≥ 7 (tujuh)meter, GSP 15
(lima balas) meter dan GSB 20 (dua puluh) meter;
4. Jalan
Lokal Primer dengan lebar jalan ≥ 6 (enam) meter, GSP 10 (sepuluh) meter dan
GSB 14 (empat belas) meter;
5. Jalan Lokal
Sekinder dengan lebar jalan ≥ 5 (lima) meter, GSP 4 (empat) meter dan GSB 10 (sepuluh)
meter.
c. Zona Sarana Umum (SPU) :
1. Jalan
Arteri Primer dengan lebar jalan ≥ 8 (delapan) meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh
lima) meter;
2. Jalan
Jalan Arteri Sekunder dengan lebar jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP 20 (dua puluh)
meter dan GSB 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan
Kolektor Primer dengan lebar jalan dengan lebara jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP
15 (lima belas) meter dan GSB 20 (dua puluh) meter;
4. Jalan
Lokal Primer dengan lebar jalan ≥ 6 (enam) meter, GSP 10 (sepuluh) meter dan
GSB 14 (empat belas) meter;
5.
Jalan Lokal Sekunder dengan lebar jalan ≥ 5 (lima) meter,
GSP 4 (emat) meter dan GSB 10 (sepuluh) meter.
d. Zona Industri (I) :
1. Jalan
Arteri Primer dengan lebar jalan ≥ 8 (delapan) meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh
lima) meter;
2. Jalan
Jalan Arteri Sekunder dengan lebar jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan Kolektor
Primer dengan lebar jalan dengan lebara jalan ≥ 7 (tujuh) meter, GSP 15 (lima
belas) meter dan GSB 20 (dua puluh) meter;
4. Jalan
Lokal Primer dengan lebar jalan ≥ 6 (enam) meter, GSP 10 (sepuluh) meter dan
GSB 14 (empat belas) meter;
5.
Jalan Lokal Sekunder dengan lebar jalan ≥ 5 (lima) meter,
GSP 4 (empat) meter dan GSB 10 (sepuluh) meter.
e. Zona Perkantoran (KT) dan Peruntukan
Khusus (KH) :
1.
Jalan Arteri Primer dengan lebar jalan ≥ 8 (delapan)
meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB
25 (dua puluh lima) meter;
2.
Jalan Jalan Arteri Sekunder dengan lebar jalan ≥ 7 (tujuh)
meter, GSP 20 (dua puluh) meter dan GSB 25 (dua puluh lima) meter;
3.
Jalan Kolektor Primer dengan lebar jalan dengan
lebara jalan ≥ 7 meter, GSP 15 (lima belas) meter dan GSB 20 (dua puluh) meter;
4.
Jalan Lokal Primer dengan lebar jalan ≥ 6 (enam) meter,
GSP 10 (sepuluh) meter dan GSB 14 (empat belas) meter;
5.
Jalan Lokal Sekunder dengan lebar jalan ≥ 5 (lima) meter,
GSP 4 (empat) meter dan GSB (sepuluh) 10 meter.
Pasal 59
(1)
Ketentuan Garis Sempadan Sungai (GSS) ditetapkan berdasarkan
sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul;
(2)
Ketentuan Garis Sempadan Sungai (GSS) yang bertanggul ditetapkan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter disebelah luar sepanjang kaki tanggul;
(3)
Ketentuan Garis Sempadan Sungai (GSS) yang tidak bertanggul di
dasarkan kepada kedalam sungai, yaitu :
a. Sungai yang mempunyai
kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, Garis Sempadan Sungai (GSS)
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai;
b. Sungai yang mempunyai
kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai 20 (dua puluh) meter, Garis Sempadan
Sungai (GSS) ditetapkan 15 (lima belas) meter dihitung dari tepi sungai;
c.
Sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 (dua puluh)
meter, Garis Sempadan Sungai (GSS) ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) meter dihitung dari tepi sungai.
Pasal 60
(1)
Garis Sempadan Irigasi untuk bangunan diukur dari sisi atas tepi
saluran yang tidak bertanggul atau dari kaki tanggul sebelah luar
saluran/bangunan irigasi atau pembuangan ditetapkan :
a.
5 (lima) meter untuk saluran dengan kapasitas 4 (empat) m³/detik
atau lebih;
b.
3 (tiga) meter untuk saluran dengan kapasitas 1 (satu) sampai 4
(empat) m³/detik;
c.
2 (dua) meter untuk saluran dengan kapasitas kurang dari 1 (satu) m³/detik.
(2) Garis Sempadan Irigasi
untuk pagar diukur dari sisi atas tepi saluran yang tidak bertanggul atau dari
kaki tanggul sebelah luar saluran/bangunan irigasi atau pembuangan ditetapkan :
a.
3 (tiga) meter untuk saluran dengan kapasitas 4 (empat) m³/detik
atau lebih;
b.
2 (dua) meter untuk saluran dengan kapasitas 1 (satu) sampai 4 (empat)
m³/detik;
c.
1 (satu) meter untuk saluran dengan kapasitas kurang dari 1 (satu)
m³/detik.
(3) Didalam blok atau sub
blok dengan kepadatan tinggi Garis Sempadan Irigasi sebagaimana dimaksud dalam
hurup a dan b ayat (1) dapat dikecualikan masing-masing menjadi 4 (empat) meter
dan 2 (dua) meter.
Pasal 61
(1)
Garis Sempadan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ditetapkan dari as jalur kabel SUTT dan SUTET;
(2)
Garis Sempadan Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan :
a.
Jarak 3 (tiga) meter kiri dan kanan dari as jalur kabel SUTT dan
SUTET ditetapkan sebagai jalur bebas;
b.
Jarak 10 (sepuluh) meter kiri dan kanan dari as jalur kabel SUTT
dan SUTET ditetpkan sebagai garis sempadan bangunan;
c.
Jarak 20 (dua puluh) meter kiri dan kanan dari as jalur kabel SUTT
dan SUTET ditetapkan sebagai garis sempadan tanaman tinggi/pohon-pohonan;
(3)
Didalam jalur bebas SUTT dan SUTET dilarang membangun atau menanam
tanaman tinggi/pohon-pohonan;
(4)
Didalam batas garis sempadan SUTT dan SUTET dilarang mengadakan
penggalian tanah.
Pasal 62
(1)
Garis Sempadan jalan Kereta Api ditetapkan dari as jalan Kereta
Api sebelah kiri dan kanan;
(2)
Ketentuan Sempadan Jalan Kereta Api sebagaimana dimaksud ayat (1)
diperinci berdasarkan :
a.
Bangunan jarak 20 (dua puluh) meter terhadap kondisi Jalan Kereta
Api lurus dan 23 meter terhadap kondisi jalan Kereta Api belok;
b.
Tanaman keras jarak 11 (sebelas) meter terhadap kondisi Jalan
Kereta Api lurus dan 11 (sebelas) meter terhadap kondisi Jalan Kereta Api
belok;
c.
Barang yang mudah terbakar jarak 20 (dua puluh) meter terhadap
kondisi Jalan Kereta Api lurus dan 20 (dua puluh) meter terhadap kondisi Jalan
Kereta Api belok;
d.
Galian dan timbunan jarak 10 (sepuluh) meter terhadap kondisi
Jalan Kereta Api lurus dan 10 (sepuluh) meter terhadap kondisi Jalan Kereta Api
belok;
Paragraf V
Ketentuan Sarana dan Prasarana
Minimal
Pasal 63
(1) Ketentuan sarana dan prasarana
minimal berfungsi sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka
menciptakan lingkungan yang nyaman melalui penyediaan sarana dan prasarana yang
sesuai agar zona dapat berfungsi secara optimal;
(2) Ketentuan sarana dan prasarana
minimal sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan kepada kawasan perumahan, perdagangan
dan jasa, serta industri;
Pasal 64
(1) Ketentuan sarana dan prasarana
minimal kawasan perumahan sebagaimana dimaksud Pasal 63 ayat (2) meliputi :
a. Setiap pembangunan kawasan perumahan yang
dilakukan oleh perorangan maupun dan hukum wajib menyediakan lahan untuk sarana
dan prasarana serta utilitas minimal 40 % (empat puluh persen) dari luas yang
dimohon;
b.
Luas
lahan yang dapat dimanfaatkan untuk membangun sarana lingkungan adalah minimal
20 % (dua puluh persen) dari luas lahan yang disetujui untuk prasarana, sarana
dan utilitas kawasan perumahan;
c.
luas
lahan yang dapat dimanfaatkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 20 % (dua puluh persen) dari luas
lahan yang disetujui untuk prasarana, sarana dan utilitas kawasan perumahan;
(2)
Jenis
prasarana, sarana dan utilitas dan luasan lahan yang dipergunakan untuk
penyediaan prasarana, sarana dan utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam rencana tapak atau site plan;
(3)
Prasarana
sarana dan utilitas pada kawasan perumahan meliputi :
a. Prasarana antara lain meliputi
jaringan transportasi, jaringan saluran pembuangan air limbah, jaringan drainase,
tempat pembuangan sampah, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan
telepon, jaringan gas, dan sarana pemadam kebakaran;
b. Sarana antara lain meliputi sarana
perniagaan/perbelanjaan, sarana pelayanan umum dan pemerintahan, sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana rekreasi dan olahraga,
sarana pemakaman/tempat pemakaman, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, dan
sarana parkir.
Pasal
65
(1)
Setiap
pembangunan kawasan pusat perdagangan dan jasa baik yang dilakukan oleh
perorangan maupun badan hukum dengan luas lebih dari atau sama dengan 5 ha
(lima hektar) wajib menyediakan prasarana, sarana dan utilitas dengan proporsi
paling sedikit 40 % (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan;
(2)
Pembangunan
kawasan perdagangan dan jasa baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan
hukum dengan luas lebih dari atau sama dengan 0,5 Ha (kosong koma lima hektar) sampai
dengan kurang dari 5 ha (lima hektar) wajib menyediakan prasarana, sarana dan
utilitas dengan proporsi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari
keseluruhan luas lahan;
(3)
Pembangunan
kawasan perdagangan dan jasa baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan
hukum dengan luasan kurang dari 0.5 ha (kosong koma lima hektar) maka wajib
memenuhi persyaratan tata bangunan sesuai peraturan perundang undangan yang
berlaku;
(4)
Proporsi
Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan perdagangan dan jasa diambil dari
proporsi luasan prasarana, sarana dan utilitas kawasan perdagangan sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dengan luasan yang dihitung minimal 20 % (dua
puluh persen) dari luas lahan keseluruhan atau KDH 20 % (dua puluh persen);
(5)
Prasarana
dan sarana serta utilitas pada kawasan perdagangan meliputi jaringan jalan yang
menghubungkan antar blok atau jalan di dalam tapak kawasan, jaringan pembuangan
air limbah, instalasi pengolahan air limbah, jaringan drainase, tempat pembuangan
sampah, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas,
sarana pemadam kebakaran, sarana peribadatan, sarana pertamanan dan ruang
terbuka hijau, dan sarana parkir.
Pasal 66
(1)
Setiap
pembangunan kawasan dan atau bangunan untuk kegiatan industri serta pergudangan
baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum wajib menyediakan
prasarana, sarana dan utilitas dengan proporsi paling sedikit 30 % (tiga puluh
persen) dari keseluruhan luas lahan;
(2)
Proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada kawasan industri dan atau bangunan industri serta pergudangan diambil
dari proporsi luasan prasarana, sarana dan utilitas sebagaimana dimaksud ayat
(1) dengan luasan yang dihitung minimal 20 % (dua puluh persen) dari
luas lahan keseluruhan atau KDH 20 %
(dua puluh persen);
(3)
Prasarana sarana dan utilitas pada kawasan dan
atau bangunan untuk industri serta pergudangan,
meliputi jaringan pergerakan, sarana
perparkiran dan bongkar muat, jaringan
air bersih, jaringan drainse, tempat pembuangan sampah, jaringan listrik,
jaringan telepon, jaringan gas, sarana pemadam kebakaran, Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), sarana peribadatan, sarana kesehatan, serta sarana rekreasi dan
olah raga;
Paragraf VI
Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang
Pasal 67
(1)
Aturan
variansi pemanfaatan ruang merupakan aturan mengenai variansi yang berkaitan
keluwesan/kelonggaran aturan;
(2)
Suatu
pembangunan dapat dilakukan di kawasan yang fungsinya tidak sesuai dengan pembangunan
tersebut namun harus mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditentukan,
misalnya, dengan memberikan izin hanya untuk jangka waktu tertentu, membatasi
luas bangunannya, dan lain sebagainya;
(3)
Penerapan
peraturan bertujuan agar pembangunan
baru tidak mempengaruhi atau mengganggu fungsi awal kawasan tempat dilakukannya
pembangunan meskipun fungsi pembangunan tersebut berbeda dengan fungsi kawasan
disekitarnya;
(4)
Jenis
variansi yang diperkenankan dalam pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan Cianjur, antara lain:
(5) Jenis
variansi pemanfaatan ruang yang diperkenankan di Kawasan Perkotaan Cianjur
adalah :
a. Suatu
kegiatan yang telah ada tidak bisa dimasukan dalam blok zoning tertentu karena keterbatasan luasan persil;
b. Pemohon
memiliki alasan khusus berkaitan dengan keadaan kegiatan yang sudah ada sebelum
peraturan zoning ditetapkan;
c. Perubahan
tersebut tidak merubah karakter lingkungan.
(6) Hal-hal
yang diperkanankan dalam variansi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat
(4) meliputi :
a. Perubahan
luas persil bangunan;
b. Perubahan
Garis Sempadan Bangunan;
c. Perubahan
Keofisien Dasar Bangunan;
d. Perubahan
Ketinggian Bangunan.
Paragraf
VI
Ketentuan
Perubahan Pemanfaatan Ruang
Pasal
68
(1)
Prinsip
umum dalam perubahan pemanfaatan ruang, meliputi:
a. Perubahan penggunaan lahan di kawasan
lindung harus memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, dan
diusahakan seminimal mungkin mengganggu fungsi lindung;
b. Pada prinsipnya kawasan awal
diupayakan tetap dipertahankan, dan hanya dapat diubah ke fungsi budidaya
lainnya berdasarkan peraturan zonasi
tiap zona yang
bersangkutan.
(2)
Permohonan
perubahan penggunaan lahan dapat diijinkan bila memenuhi persyaratan dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat; tidak
merugikan masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah, tidak membawa kerugian
pada Pemerintah Daerah di masa kini dan masa mendatang, mendorong pertumbuhan
kegiatan ekonomi perkotaan, memperhatikan kelestarian lingkungan, tetap sesuai
dengan penggunaan lahan di blok peruntukan sekitarnya, dan tidak hanya
menguntungkan satu pihak;
(3)
Dasar
Pertimbangan perubahan penggunaan lahan, antara lain:
a. Ketidaksesuaian antara pertimbangan
yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar;
b. Berdasarkan pemikiran bahwa tidak
semua perubahan pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat kota;
c. Kecenderungan menggampangkan
persoalan dengan cara mensahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang
menyimpang dari rencana kota pada evaluasi rencana.
(4) Jenis perubahan pemanfaatan ruang,
meliputi :
a. Perubahan sementara;
b. Perubahan tetap;
c. Perubahan kecil;
d. Perubahan besar.
(5) Prakarsa perubahan pemafaatan ruang
adalah :
- Masyarakat yang terdiri dari kelompok
masyarakat termasuk perorangan, badan hukum, maupun badan usaha;
- Pemerintah Kabupaten Cianjur;
- Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur.
Paragraf VII
Penilaian dan Penetapan Dampak Pembangunan
Pasal 69
(1) Jenis
Dampak, meliputi :
a. Dampak Lingkungan;
b. Dampak Lalulintas;
c. Dampak Ekonomi;
d. Dampak Sosial;
(2) Prosedur penilaian, Penanganan
dan Pengenaan Biaya Dampak:
a. Masyarakat memantau, melaporkan pada instansi
yang berwenangan dalam penataan ruang atau pemerintah sendiri melakukan
pemantauan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang yang menimbulkan dampak;
b. Pemerintah Kota Bekasi membentuk tim penilai
untuk melakukan evaluasi dan penilaian dampak serta penetapan dampak yang yang
terjadi oleh pemanfaatan ruang tertentu;
c. Tim penilai yang dibentuk menetapkan kategori
dampak yang ditimbulkan (lingkungan, sosial, lalu lintas, ekonomi dsb);
d. Tim penilai menetapkan besarnya biaya dampak
dan subyek yang harus menanggung biaya dampak tersebut;
(3) Perhitungan Biaya
Dampak
a. Didasarkan pada perhitungan biaya dan manfaat
dari suatu pembangunan atau pemanfaatan ruang;
b. Dampak dan manfaat yang dihitung didasarkan
pada kriteria dampak yang terkait dan yang telah ditetapkan;
(4) Prosedur Pelaksanaan
Pengenaan Biaya Dampak:
a. Penanganan dampak dilaksanakan/diterapkan pada
saat permohonan ijin dilakukan, selama proses pembangunan/pemanfaatan ruang dan
selama berjalannya kegiatan pemanfaatan ruang;
b.
Pengenaan biaya dampak dikenakan selama berjalannya kegiatan pemanfaan
ruang.
Paragraf VIII
Perubahan Peraturan Zonasi
Pasal 70
(1) Syarat Umum Perubahan Peraturan
Zonasi,meliputi :
a. Perubahan harus dilakukan untuk mengutamakan kepentingan publik yang lebih luas;
b. Perubahan harus dilakukan karena adanya perubahan peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam hirarkinya.
(2) Syarat Khusus Perubahan Peraturan Zonasi,
meliputi:
a. Perubahan harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan
ekonomi yang cepat;
b. Perubahan tidak akan mengurangi kualitas lingkungan;
c.
Perubahan tidak akan mengganggu
ketertiban dan keamanan;
d. Perubahan tidak akan menimbulkan Dampak yang mempengaruhi derajat Kesehatan;
e. Perubahan tetap dengan azas
perubahannya (keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan hukum,
mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah);
- hanya perubahan-perubahan yang dapat ditoleransi saja yang diinginkan;.
- Usul perubahan cukup beralasan
:
1. Terdapat kesalahan peta dan informasi;
2. Peraturan berpotensi menimbulkan kerugian skala besar;
3. Peraturan menyebabkan kerugian
pada masyarakat;
4. Memberikan manfaat yang besar bagi
masyarakat;
(3)
Obyek
Perubahan Peraturan Zonasi, meliputi:
- Peta zonasi ;
- Peraturan zonasi ;
- Peta zonasi sekaligus.
- Peraturan zonasi
(4)
Prakarsa
Perubahan Peraturan Zonasi, meliputi:
a.
Masyarakat yang terdiri dari kelompok Masyarakat termasuk
perorangan maupun badan hukum;
b. Pemerintah Kabupaten Cianjur;
c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cianjur;
(5)
Ketentuan Perubahan
Peraturan Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum
dalam Lampiran –
25 yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
BAB
IV
KETENTUAN
PERIZINAN
Paragraf
I
Izin Pemanfaatan Ruang
Pasal 71
Tujuan pengendalian
pemanfaatan ruang adalah :
a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang;
b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang;
c.
Melindungi kepentingan umum dan
masyarakat luas.
Pasal 72
(1)
Izin pemanfaatan ruang berupa :
a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang;
b. Izin Lingkungan (AMDAL dan/atau UKL/UPL);
c. Izin Lokasi;
d. IPPL dan Rencana Tapak;
e. IMB;
f.
IPB.
(2) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Paragraf II
Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang
Pasal 73
Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang bertujuan untuk
memberikan arahan pembangunan yang dimohon dari aspek tata ruang, aspek
lingkungan, aspek teknis bangunan gedung, aspek ekonomi dan sosial budaya
sebagai pedoman pemberian izin pemanfaatan ruang lainnya.
Pasal 74
(1) Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang diberikan oleh Bupati setelah mendapat pertimbangan teknis dari Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah;
(2) Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah dan
prosedur pemberian Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang selanjutnya diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 75
Kegiatan yang memerlukan Izin Prinsip
Pemanfaatan Ruang adalah minimal memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. Kegiatan yang berdampak minimal pada fungsi pelayanan
skala Bagian Wilayah perkotaan (BWP) sesuai rencana
tata ruang;
b. Kegiatan yang memiliki resiko terhadap kelestarian dan
keseimbangan lingkungan;
c. Kegiatan yang berdampak terhadap aktifitas perkotaan
secara luas meliputi, lalu lintas, estetika kota, lingkungan hidup, sosial
budaya, keamanan dan ketertiban atau aktifitas perkotaan lainnya;
d. Kegiatan dengan luasan lahan minimal 10.000 (sepuluh
ribu) meter persegi.
Paragraf III
Izin Lingkungan
Pasal 76
Izin Lingkungan diberikan untuk :
a. Melindungi wilayah dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. Menjamin kesehatan, keselamatan, dan kehidupan
manusia;
c. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
d. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai
e. Bagian dari hak asasi manusia;
f. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam.
Pasal 77
(1) Izin Lingkungan diberikan oleh Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan persetujuan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi AMDAL dan/atau UKL/UPL;
(2) Izin Lingkungan dapat diterbitkan bersamaan atau
sesudah diterbitkannya IMB selama pertimbangan teknisnya telah dipenuhi dalam
rencana tapak;
(3) Ketentuan dan persyaratan izin lingkungan diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.
Paragraf
IV
Izin Lokasi
Pasal 78
Izin Lokasi diberikan sebagai persetujuan penguasaan
lahan sesuai rencana tata ruang yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak;
Pasal 79
(1) Izin Lokasi diberikan oleh Bupati setelah mendapat Pertimbangan Teknik Pertanahan dari
Kantor Badan Pertanahan Kabupaten
Cianjur;
(2) Persyaratan dan ketentuan mengenai Izin Lokasi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 80
Izin Lokasi dinyatakan tidak diperlukan dan
dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal :
a. Tanah yang diperoleh merupakan pemasukan dari para
pemegang saham;
b. Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah
dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau
seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah
diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang;
c. Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka
menjalankan usaha industri dalam suatu kawasan industri;
d. Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau
badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang
kawasan pengembangan tersebut;
e. Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan
usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh
izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi yang bersangkutan;
f. Tanah yang dipergunakan untuk melaksanakan rencana
penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh
perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi ruang menurut
Rencana Detail Tata Ruang yang berlaku diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.
Paragraf V
Izin Peruntukan
Penggunaan Lahan (IPPL) dan Rencana Tapak
Pasal 81
Izin Peruntukan Penggunaan
Lahan (IPPL) bertujuan untuk :
a. Mengatur peruntukan lahan;
b. Mengatur fungsi bangunan yang dapat dibangun pada
lokasi yang bersangkutan;
c. Mengatur ketinggian maksimum bangunan gedung yang
diizinkan;
d. Mengatur jumlah lantai/lapis bangunan dibawah permukaan
tanah dari KTB yang diizinkan;
e. Mengatur KDB maksimum yang diizinkan;
f. Mengatur KLB maksimum yang diizinkan;
g. Mengatur KDH minimum yang diwajibkan;
h. Mengatur KTB maksimum yang diizinkan.
Pasal 82
Pemberian IPPL
dilakukan terhadap permohonan yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki bukti penguasaan lahan yang berupa sertipikat
hak, akta jual beli, pelepasan hak, perjanjian sewa
menyewa, dan bukti penguasaan lain;
b. Rencana pemanfaatan yang dimohonkan sesuai rencana
peruntukan;
c. Lahan tidak dalam keadaan sengketa.
Pasal 83
(1) Rencana Tapak
bertujuan untuk :
a. Menjamin bahwa rencana tapak yang diajukan pemohon
sesuai dengan IPPL;
b. Menjamin penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas
sesuai kebutuhan dan hasil kajian pertimbangan Peil
Banjir, Andal Lalin, Izin Lingkungan, dan Proteksi bencana kebakaran.
(2) Rencana Tapak terdiri
dari :
a. Rencana Induk (masterplan), adalah rencana umum yang
mengatur peletakan blok fungsi kegiatan pada satu
kawasan;
b. Rencana Perpetakan (site plan), adalah rencana peletakan massa bangunan pada satu kavling atau persil yang dirancang dalam
satu kesatuan dengan prasarana, sarana dan utilitas.
Paragraf VI
Izin Mendirikan
Bangunan (IMB)
Pasal 84
IMB merupakan
instrumen pengawasan, pengendalian dan penertiban bangunan sehingga target
retribusi IMB tidak bisa ditetapkan melalui proyeksi tahunan, tetapi capaian
target IMB mengikuti pertumbuhan ekonomi daerah.
Pasal 85
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bertujuan untuk :
a. Pedoman teknis dalam mendirikan bangunan, agar desain,
pelaksanaan pembangunan, serta bangunannya
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, seperti Garis Sempadan (GS), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
c. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang
menjamin keandalan teknis bangunan gedung
dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan;
d. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
bangunan gedung.
Paragraf VII
Izin Penggunaan
Bangunan (IPB)
Pasal 86
(1) Izin Penggunaan Bangunan adalah izin yang diberikan
untuk menggunakan bangunan setelah dinilai layak dari
segi administrasi dan teknis;
(2) Izin Penggunaan Bangunan bertujuan untuk menjamin
keandalan bangunan yang meliputi aspek keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja bangunan.
Pasal 87
Izin Penggunaan
Bangunan (IPB) diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Bangunan telah selesai dibangun sesuai dengan IMB;
(2) Bangunan telah memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
dari Pejabat yang ditunjuk;
(3) IPB yang diterbitkan berlaku selama penggunaannya
sesuai dengan IMB dan bangunan masih memenuhi
persyaratan kelayakan menggunakan bangunan;
(4) Untuk bangunan yang memiliki IMB berjangka, IPB yang
diterbitkan dapat ditinjau kembali setelah jangka waktu IMB
tersebut berakhir;
(5) Sebelum IPB diterbitkan, atas permohonan pemilik
bangunan, dapat diterbitkan Izin Pendahuluan Penggunaan
Bangunan untuk sebagian atau seluruh bangunan dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Paragraf VIII
Kewajiban
Dan Persyaratan Umum
Pasal 88
(1) Setiap orang atau badan yang akan melakukan kegiatan
pemanfaatan ruang wajib memiliki izin pemanfaatan ruang dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemanfaatan Perumahan Horisontal, Perumahan Vertikal,
Industri, Perdagangan dan Jasa, yaitu :
1. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang;
2. Izin Lingkungan;
3. Izin Lokasi;
4. IPPL dan Rencana Tapak;
5. IMB;
6. IPB.
b. Pemanfaatan
Rumah Tinggal, yaitu:
1. IPPL dan Rencana Tapak;
2. IMB.
c. Pemanfaatan
Ruang lainnya yang berupa bangunan bukan hunian (reklame, gapura, monumen, dan lain-lain), yaitu :
1. IPPL
dan Rencana Tapak;
2. IMB;
d. Pemanfaatan ruang untuk penggunaan bangunan
khusus atau spesifik (pendidikan, kesehatan, keagamaan) sebelum diterbitkannya
izin pemanfaatan ruang terlebih dahulu harus memenuhi pertimbangan dari
instansi terkait sebelum diterbitkannya Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang.
(2) Persyaratan umum
administrasi untuk izin pemanfaatan
ruang adalah sebagai berikut :
a. Salinan tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah
atau perjanjian;
b. Pemanfaatan tanah;
c. Data kondisi/situasi tanah (letak/lokasi dan
topografi);
d. Data pemilik bangunan;
e. Surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status
sengketa; dan
f. Data-data lainnya yang
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Bupati.
Pasal 89
Prosedur umum perolehan izin pemanfaatan ruang
:
(1) pemohon mengajukan permohonan kepada
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) proses izin dapat dilakukan secara
berurutan maupun secara bersamaan (simultan);
(3) izin yang dilakukan dan diproses secara
berurutan, diantaranya :
a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang;
b. Izin Lokasi;
c. IPPL dan Rencana Tapak;
d. IMB;
e. IPB.
(4) Izin yang dapat diberikan dan dapat diproses
secara bersamaan (simultan), diantaranya:
a. Izin Lingkungan dan Pertimbangan Teknis Lingkungan;
b.
Pertimbangan Teknis Peil Banjir;
c.
Pertimbangan Teknis Andal Lalin;
d. Pertimbangan Teknis Proteksi Damkar.
Paragraf IX
Perubahan Pemanfaatan
Lahan Dan Bangunan
Pasal 90
(1) Perubahan pemanfaatan lahan dan bangunan bertujuan :
a. Mewujudkan fungsi pemanfaatan
lahan dan bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b. Terwujudnya
pemanfaatan lahan dan bangunan yang sesuai dengan ketentuan rencana ruang kota;
c. Mewujudkan
kepastian hukum dalam penyelenggaraan perubahan fungsi lahan dan bangunan;
(2) Perubahan
pemanfaatan lahan adalah berbedanya rencana pemanfaatan lahan yang dimohon
dengan rencana tata ruang;
(3) Perubahan pemanfaatan bangunan adalah
berbedanya pemanfaatan bangunan dengan izin yang telah
diterbitkan.
Pasal 91
Perubahan pemanfaatan
lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan peraturan zonasi, manfaat bagi lingkungan,
sosial budaya dan ekonomi kota.
Pasal 92
Perubahan
pemanfaatan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan dan fungsi bangunan yang baru, masih sesuai
dengan peraturan zonasi;
b.
Apabila perubahan fungsi bangunan
diikuti dengan perubahan bangunan dan penambahan luas maka ketentuan perubahan
pemanfaatan bangunan tersebut mengikuti
ketentuan dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
Pasal 93
(1) Perubahan pemanfaatan bangunan yang sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 92 huruf a wajibkan untuk
mengajukan permohonan IPPL dan Rencana Tapak dan IPB baru.
(2)
Perubahan pemanfaatan bangunan
yang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 92 huruf b wajibkan untuk mengajukan permohonan IPPL dan Rencana
Tapak, IMB dan IPB baru.
Paragraf X
Ketentuan Insentif dan
Disintensif
Pasal 94
(1) Insentif diberikan kepada orang atau badan yang akan
melakukan pemanfaatan ruang dengan
kriteria :
a. Menyediakan lahan terbuka hijau yang melebihi dari
batasan minimal yang dipersyaratkan;
b. Menyerahkan lahan dan atau bangunan untuk kepentingan
umum di luar kewajiban yang telah ditentukan;
c. Menyediakan prasarana lingkungan untuk kepentingan umum
di luar kewajiban yang telah ditentukan;
d. Kegiatan pembangunan yang dimohon mendorong percepatan
perkembangan wilayah.
(2)
Pemberian Insentif ditetapkan
dengan Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk;
(3) Bentuk insentif dapat berupa :
a. Keringanan retribusi;
b. Pemberian kompensasi besaran KDB dan KLB;
c. Pembangunan serta pengadaan infrastruktur pendukung;
d. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
e.
Pemberian penghargaan kepada
masyarakat dan swasta.
(4)
Khusus pemberian insentif
kompensasi besaran KDB dan KLB ditetapkan Bupati setelah melalui kajian teknis.
Pasal 95
(1) Disinsentif diberikan kepada orang atau badan yang
akan melakukan pemanfaatan ruang dengan kriteria :
a. membangun tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata
ruang;
b. pembangunan yang dilakukan memberikan dampak negatif
bagi perkembangan kota.
(2) Pemberian disinsentif
ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
(3) Bentuk disinsentif
dapat berupa :
a. pembatasan penyediaan infrastruktur pendukung;
b. pengenaan kompensasi berupa penyediaan pencadangan
lahan (land banking system) dan/atau
pembangunan prasarana kota;
c.
pengenaan sanksi atau denda.
(4)
Tata cara pemberian insentif dan
disinsentif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal
96
Perizinan lain adalah perizinan terkait hal-hal teknis
pengelolaan lingkungan, pemanfaatan prasarana dan sarana perkotaan dan KKOP.
Paragraf
XI
Ketentuan
Sangsi
Bagian
Pertama
Sangsi
Administrasi
Pasal
97
(1) Sanksi
administrasi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang berakibat pada
terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang, baik yang dilakukan oleh
penerima ijin maupun pemberi ijin;
(2) Sangsi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
bagi pelanggaran rencana tata ruang meliputi :
a. Peringatan dan/atau teguran;
b. Penghentian sementara pelayanan
administratif;
c. Penghentian
sementara kegiatan pembangunan dan/atau pemanfaatan
ruang;
d.
Pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang;
e.
Pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang;
f.
Pembongkaran bagi bangunan yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang;
g. Pelengkapan/pemutihan perijinan;
h.
Pengenaan denda.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 98
(1)
Setiap orang yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan peraturan daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah);
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah pelanggaran;
(3)
Dalam hal tindak pidana yang dilakukan,
diancam dengan pidana yang lebih tinggi dari ancaman pidana dalam Peraturan
Daerah ini, maka diberlakukan dengan ancaman pidana yang lebih tinggi;
(4)
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke rekening Kas Pemerintah Kabupaten
Cianjur.
Paragraf
XII
Ketentuan Penyidikan
Pasal 99
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang tata
ruang.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana
dimaksud ayat (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti
pembukuan, pencatatan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
di bidang tata ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k.
Melakukan tindakan lain yang perlu
untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang menurut hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud
ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Paragraf XIII
Ketentuan Peralihan
Pasal 100
(1)
RDTR dan
Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cianjur memiliki
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan
Daerah dan dapat ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu
yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RDTR dan Peraturan Zonasi ini dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada
huruf a juga dilakukan apabila terjadi perubahan RTRW yang mempengaruhi wilayah perencanaan RDTR
atau terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar,
perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.
BAB V
PERAN MASYARAKAT
Pasal 101
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa :
a.
Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan
ruang;
b.
Kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau sesama;
c.
Kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai
dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d.
Peningkatan efisiensi, efektivitas, dan
keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e.
Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan
keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
dan sumber daya alam; dan
f.
Kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 102
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat
berupa :
a.
masukan terkaitarahan dan/atau peraturan
zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b.
keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi
pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c.
pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat
yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d.
pengajuan keberatan terhadap keputusan
pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 103
(1)
Jangka
waktu Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cidaun
adalah 20 (dua puluh) tahun berlaku semenjak tanggal diundangkannya Peraturan
Daerah ini.
(2)
Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cidaun sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilengkapi dengan lampiran :
a. Lampiran – 1
|
:
|
Peta
Wilayah Perencanaan RDTR dan Peraturan Zonasi Kawasan Perkotaan Cianjur;
|
b. Lampiran – 2
|
:
|
Peta
Pembagian Sub Bagian Wilayah Perkotaan BWP);
|
c.
Lampiran
– 3
|
:
|
Peta
Pembagian Blok dan Sub Blok;
|
d. Lampiran – 4
|
:
|
Tabel
Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur;
|
e. Lampiran – 5
|
:
|
Peta
Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur;
|
f.
Lampiran
– 6
|
:
|
Peta
Rencana Hirarki Jalan;
|
g. Lampiran – 7
|
:
|
Peta
Route Angkutan Umum;
|
h. Lampiran – 8
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jalur Pejalan Kaki;
|
i.
Lampiran
– 9
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jalur Sepeda;
|
j.
Lampiran
– 10
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jaringan Energy Listrik;
|
k. Lampiran – 11
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi;
|
l. Lampiran – 12
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih;
|
m. Lampiran – 13
|
:
|
Peta
Rencana Pengelolaan Air Limbah;
|
n. Lampiran – 14
|
:
|
Peta
Rencana Pengolahan Sistem Persampahan;
|
o. Lampiran – 15
|
:
|
Peta
Rencana Pengembangan Jaringan Drainase;
|
p. Lampiran – 16
|
:
|
Peta
Rencana Jalur Evakuasi Bencana;
|
q. Lampiran – 17
|
:
|
Peta
Rencana Pembangunan Sistem Pemadam Kebakaran;
|
r. Lampiran – 18
|
:
|
Peta Sub
BWP Yang Diprioritaskan Penanganannya;
|
s. Lampiran – 19
|
:
|
Tabel
Prioritas dan Tahapan Pembangunan;
|
t. Lampiran – 20
|
:
|
Tabel
Klasifikasi Zona;
|
u. Lampiran – 21
|
:
|
Tabel
Daftar Kegiatan;
|
v. Lampiran – 22
|
:
|
Tabel
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan;
|
w. Lampiran – 23
|
:
|
Tabel
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang;
|
x. Lampiran – 24
|
:
|
Tabel
Ketentuan Tata Bangunan;
|
y. Lampiran – 25
|
:
|
Tabel
Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi
|
Pasal 104
Pada saat Peraturan
Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati
Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2004 tentang
RDTR Kota Cianjur 2003 – 2013 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku;
Pasal 105
Hal-hal
yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 106
Peraturan
Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur.
Disahkan
di : Cianjur
Pada
Tanggal : ........................2012
BUPATI CIANJUR
Cap/ttd
H.
TJETJEP MUCHTAR SOLEH
Diundangkan di :
Cianjur
Pada tanggal :
................................. 2012
SEKRETARIS DAERAH,
Drs. BACHRUDDIN
ALI
NIP.
19571231198503 1 086
Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2012 Nomor : .......... Seri C
boleh minta RTRW nya ga om..??
BalasHapuskalo mau download lampirannya dimana? thx
BalasHapusApakah boleh meminta ijin untuk mengetahui kapan di luncurkannya IMB untuk pembangunan pertokoan dan perumahan yg di berikan oleh pemerintah.thank
BalasHapusApakah boleh mendirikan bangunan di bawah sutet? Karena di daerah tanjung sari kecamatan sukaluyu ada sutet, bagaimana dengan IMB nya? Bagaimana kalau ingin mendirikan bangunan pas dibawah bentangan kabel sutet.
BalasHapusTrims...
Casinos Near Me - Casinos Near Me in Las Vegas, NV - Mapyro
BalasHapusFind the 이천 출장마사지 best 수원 출장안마 casinos near 안양 출장안마 you in Las Vegas, NV. Explore reviews, photos & maps, see 파주 출장샵 activity, and learn more about this popular location. 수원 출장마사지